ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Musa
Al-Asy’ari RA, Rasul SAW bersabda :
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ
كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Jika seorang hamba
sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala
sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.
[HR Bukhari]
Catatan Alvers
Di masa pandemi sekarang ini,
pemerintah bahkan ormas keagamaan seperti NU menghimbau agar masyarakat dan
jamaah tidak mengadakan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang seperti
pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk
seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan lain yang sejenis guna antisipasi
wabah covid-19. Menindaklanjuti hal ini, Kapolri memberikan Instruksi lewat
surat Maklumat Kapolri Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 untuk menindak
seluruh masyarakat yang melanggar. [suara com]
Tentunya hal ini akan terus
berlaku selama bulan ramadhan selama tidak ada perkembangan baik dari pandemi
ini. Dan hal inilah yang disayangkan oleh banyak orang karena akan melewatkan
ramadhan dengan tanpa kegiatan rutin tahunan seperti shalat taraweh berjamaah,
buka bareng ataupun kajian-kajian ramadhan.
Sepanjang ramadhan, biasanya
di pesantren kami an-nur al-murtadlo mengadakan kegiatan kajian rutin bersama
jamaah yang terdiri dari warga sekitar dan para alumni yang diadakan setiap
malam bakda tarawih sehingga akhir-akhir ini banyak yang bertanya mengenai
keberlangsungan acara tersebut bahkan ada yang memberikan saran untuk tetap
menyelenggarakannya seperti biasanya.
Menjawab hal ini maka saya
sampaikan bahwa tidak diselenggarakannya kegiatan rutinan demikian dengan
adanya udzur berupa pandemi covid-19 ini tidaklah mengurangi pahala para jamaah.
Bukankah Nabi SAW bersabda sebagaimana hadits utama “Jika seorang hamba
sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala
sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” [HR Bukhari] dan
mensyarahi hadits ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :
وَهُوَ فِي حَقِّ مَنْ كَانَ يَعْمَلُ
طَاعَةً فَمُنِعَ مِنْهَا وَكَانَتْ نِيَّتُهُ لَوْلَا الْمَانِعُ أَنْ يَدُومَ
عَلَيْهَا
(tetapnya mendapatkan pahala meskipun tidak melakukan amalan)
tersebut berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang
dari melakukannya (seperti karen sakit dll.) padahal ia sudah berniat kalau
tidak ada halangan untuk melakukannya secara istiqamah.
[Fathul Bari]
Dalam hadits lain, Rasulullah
SAW bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَبْتَلِيهِ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ بِبَلَاءٍ فِي جَسَدِهِ إِلَّا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
لِلْمَلَكِ اكْتُبْ لَهُ صَالِحَ عَمَلِهِ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ فَإِنْ
شَفَاهُ اللَّهُ غَسَلَهُ وَطَهَّرَهُ وَإِنْ قَبَضَهُ غَفَرَ لَهُ وَرَحِمَهُ
Tiada seorang
hamba yang sedang diuji oleh Allah dengan satu bala’ (penyakit) di badannya
kecuali Allah azza wajalla berfirman kepada malaikat “Catatlah amal shalih yang
biasa ia lakukan, jika ia sembuh maka Allah akan mensucikannya (dari dosanya)
dan jika ia meninggal maka Allah akan mengampuninya dan merahmatinya.
[HR Ahmad]
Jadi tidak ada pahala yang
terlewatkan bagi orang yang istiqamah melakukan amal shalih, baik ketika ia
dapat melaksanakannya maupun ketika ia tidak bisa melaksanakan nya karena suatu
udzur. Jabir RA berkata : Kami pernah bersama dengan Nabi SAW dalam suatu
peperangan (perang tabuk) lalu beliau bersabda :
إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالًا مَا
سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمْ
الْمَرَضُ
Sesungguhnya di
Madinah terdapat beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang,
juga tidak ikut menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian. Mereka
terhalang dari ikut perang karena sakit (yang dideritanya)
[HR Muslim]
Maksud dari kata “namun mereka
bersama kalian” adalah mereka yang berhalangan itu mendapat pahala sebagaimana
yang kalian dapatkan. Hal ini dijelaskan dalam hadits lain :
إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِى الأَجْرِ
Melainkan mereka
(yang sakit) akan bersekutu dengan kalian (bersama-sama mendapat) pahalanya.
[HR Muslim]
Mengomentari hadits ini, Imam
Nawawi berkata :
وَفِي هَذَا الْحَدِيْثِ فَضِيْلَةُ
النِّيَّةِ فِي الْخَيْرِ وَأَنَّ مَنْ نَوَى الْغَزْوَ وَغَيْرَهُ مِنَ
الطَّاعَاتِ فَعَرَضَ لَهُ عُذْرٌ مَنَعَهُ حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ نِيَّتِهِ
وَأَنَّهُ كُلَّمَا أَكْثَرَ مِنَ التَّأَسًّفِ عَلَى فَوَاتِ ذَلِكَ وَتَمَنَّى
كَوْنَهُ مَعَ الْغُزَاةِ وَنَحْوِهِمْ كَثُرَ ثَوَابُهُ
Hadits ini mengandung
penjelasan mengenai keutamaan berniat dalam kebaikan dan seseungguhnya orang
yang berniat jihad atau amal kebaikan lainnya kemudian terdapat udzur yang
menghalanginya maka ia tetap mendapatkan pahala niatnya. Dan semakin ia merasa
berat hati karena tertinggal (tidak bisa melakukannya) dan ia berharap-harap
untuk ikut dalam pasukan perang atau semisalnya maka semakin banyak pahalanya.
[Al-Minhaj syarah Muslim]
Dalam hadits lain disebutkan
tentang shalat malam, Rasul SAW bersabda :
مَا مِنْ امْرِئٍ يَكُونُ لَهُ صَلَاةٌ
مِنْ اللَّيْلِ يَغْلِبُهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلَّا كَانَ نَوْمُهُ عَلَيْهِ
صَدَقَةً وَكُتِبَ لَهُ أَجْرُ صَلَاتِهِ
Tiada seseorang
yang hendak melakukan shalat malam namun ia ketiduran melainkan tidurnya
menjadi sedekah baginya dan tetap dicatat pahala baginya. [HR
Ahmad]
Begitu pula shalat berjamaah, Ibnu
Hajar Al-Asqalani mengutip hadits dengan sanad yang kuat sebagai berikut :
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ
ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللهُ
مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّى وَحَضَرَ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْئًا
Barang siapa
berwudlu dan ia membaguskan wudlunya kemudian ia keluar menuju masjid (untuk
shalat berjamaah) namun ia menemukan orang-orang telah selesai berjamaah maka
Allah memberinya pahala orang yang shalat berjamaah tanpa berkurang sedikitpun.[HR
Abu Dawud dalam Fathul Bari]
Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan
penjelasan hadits tadi dengan menukil perkataan As-Subki Al-Kabir dalam
halabiyyat yaitu :
مَنْ كَانَتْ عَادَتُهُ أَنْ يُصَلِّيَ
جَمَاعَةً فَتَعَذَّرَ فَانْفَرَدَ كُتِبَ لَهُ ثَوَابُ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ لَمْ
تَكُنْ لَهُ عَادَةٌ لَكِنْ أَرَادَ الْجَمَاعَةَ فَتَعَذَّرَ فَانْفَرَدَ
يُكْتَبُ لَهُ ثَوَابُ قَصْدِهِ لَا ثَوَابُ الْجَمَاعَةِ
Barang siapa kebiasaannya
melakukan sholat berjamaah kemudian ada udzur sehingga ia sholat sendirian maka
ia tetap mendapatkan pahala sholat berjamaah. Adapun orang yang tidak biasa
melakukan sholat berjamaah namuan satu ketika ia berniat ingin melakukan shalat
dengan berjamaah kemudian ada halangan sehingga ia sholat sendirian maka ia
mendapat pahala “qasdu” (niat) untuk berjamaah bukan pahala berjamaah.[Fathul
Bari]
Jadi intinya ibadah apapun
jika dilakukan secara istiqamah dan satu saat terhalang (udzur) sehingga tidak
bisa melakukannya maka seseorang tetap akan mendapatkan pahalanya. Maka dengan
adanya pandemi corona ini kita tidak rugi untuk meningalkan amal shalih seperti
berjamaah, berkumpul untuk majelis ta’lim. Justru kita rugi jika kita
menentangnya karena itu sama halnya kita mendatangi bencana. Baginda Rasul SAW
bersabda :
لَا يَنْبَغِي لِلْمُؤْمِنِ أَنْ
يُذِلَّ نَفْسَهُ
“Tidaklah patut (tidak boleh) seorang mukmin itu menghinakan
dirinya”.
Para shahabat
bertanya: ‘Bagaimana dia menghinakan dirinya?’ Rasulullah SAW menjawab:
يَتَعَرَّضُ مِنْ الْبَلَاءِ لِمَا لَا
يُطِيقُ
“Ia menantang ujian atau cobaan yang dia tidak mampu
menghadapinya”. [HR Tirmidzi]
As-Sindi menjelaskan :
قَوْله (يَتَعَرَّض مِنْ الْبَلَاء)
إِمَّا بِالدُّعَاءِ عَلَى نَفْسه بِهَا أَوْ بِأَنْ يَأْتِي بِأَسْبَابِهَا
الْعَادِيَّة .
Maksud “menantang
ujian” adalah dengan berdoa agar bala’ menimpa dirinya atau dia mendatangi sebab-sebabnya menurut
kebiasaannya. [Hasyiyah As-Sindi]
Dengan melakukan “physical
distancing” berupa tidak mengadakan perkumpulan yang menurut “Fatwa” medis akan
menjadi penyebab penularan virus covid-19 itu artinya kita telah mengikuti
syariat yang mulia yaitu “hifdzun nafs” (menjaga keselamatan diri)
bahkan juga menjaga keselamatan orang lain yang difirmankan oleh Allah “Barang
siapa yang menjadi sebab (keselamatan) hidupnya satu orang maka seakan-akan ia
menghidupkan semua manusia” [QS AL-Ma’idah 113] dan kita juga terhindar
dari larangan “menjatuhkan diri kepada jurang kematian” yang difirmankan oleh
Allah SWT :
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah melemparkan diri
kalian dengan tangan sendiri menuju kebinasaan [QS Al-Baqarah : 195]
Maka jika pemerintah, ormas bahkan para ulama
dan para dokter mulai dari saudi arabia sampai indonesia raya sudah
menganjurkan untuk “social distancing” lantas pendapat mana lagi yang
akan kita ikuti. Penyair berkata :
فَاصْبِرْ لِدَائِكَ إِنْ جَفَوْتَ طَبِيْبَهُ :: وَاقْنَعْ بِجَهْلِكَ
إِنْ جَفَوْتَ مُعَلِّمًا
Bersabarlah dengan penyakitmu bila engkau menjauh
dari dokter :: Dan puaslah dengan kebodohanmu bila engkau menjauh dari guru [Ta’limul Muta’allim]
Wallahu A'lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk beribadah sesuai dengan ilmunya dan
mempelajari ibadah yang hendak dilakukan sehingga tidak mudah mengingkari perbuatan
tanpa berdasar ilmunya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!
NB.
Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah
SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan
Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan
orang lain tanpa menisbatkan kepadanya
maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]
0 komentar:
Post a Comment