ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Dari Mujibah Al-Bahiliah dari ayahnya atau pamannya, Rasul SAW berkata :
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ
berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram) dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan-bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan-bulan haram dan tinggalkanlah. [HR Abu Dawud]
Catatan Alvers
Setiap menjelang memasuki bulan rajab, pro kontra hukum puasa rajab mencuat dan menjadi topik pembicaraan yang hangat dimana-mana. Pihak yang pro mengatakan puasa rajab adalah sunnah sementara pihak yang kontra malah mengatakan bid’ah.
Pihak yang pro mengemukakan hadits diantaranya adalah sabda beliau :
مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ كَانَ كَصِيَامِ شَهْرٍ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ أُغْلِقَتْ عَنْهُ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ السَّبْعَةُ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُهُ حَسَنَاتٍ
“Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, seakan dia berpuasa satu bulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari, tujuh pintu neraka Jahanam dikunci untuknya. Barangsiapa berpuasa delapan hari, delapan pintu surga dibuka untuknya. Barangsiapa berpuasa sepuluh hari, keburukannya diganti dengan kebaikan.” [HR Al-Baihaqi]
Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) menilai hadits tersebut lemah (dha’if) namun masih boleh digunakan untuk “fadhailul a’mal” (Keutamaan Amalan)... Dapat ditetapkan bahwa hadits dha’if, mursal, munqathi’, mu’dhal, dan mauquf, sesuai kesepakatan para ulama dapat diamalkan pada “fadhail al-a’mal” dan tak diragukan lagi bahwa puasa Rajab termasuk “fadhail al-a’mal”, maka pengamalannya cukup berdasarkan hadits-hadits dla’if dan sejenisnya. Orang yang mengingkari hal itu adalah orang bodoh yang tertipu. [al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra]
Di Kalangan syafi’iyyah, Asyhurul Hurum merupakan bulan yang disunnahkan puasa. Misalnya, Syaikh Zainuddin al-Malibari (w. 987 H) berkata :
أفضل الشهور للصوم بعد رمضان: الاشهر الحرم. وأفضلها المحرم، ثم رجب، ثم الحجة، ثم القعدة، ثم شهر شعبان.
Bulan puasa terbaik setelah ramadhan adalah Asyhurul hurum, dan bulan terbaik dari Asyhurul hurum untuk berpuasa adalah bulan muharram lalu Rajab lalu Dzul hijjah, lalu Dzul Qa’dah lalu Sya’ban. [Fathul Muin]
Bulan Asyhurul hurum menjadi bulan terbaik (afdhal) untuk berpuasa karena adanya hadits utama diatas yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dll. Seseorang diperintahkan untuk meninggalkan berpuasa di bulan Asyhurul hurum pada hadits tersebut karena memperbanyak puasa akan melemahkan badannya. Adapun orang yang tidak mengalami kesulitan maka berpuasa pada semua bulan Asyhurul hurum itu merupakan fadilah (keutamaan). [I’anatut Thalibin]
Sementara mereka yang kontra, mengemukakan bahwa Umar bin Khattab RA membenci puasa rajab karena puasa rajab dijadikan sunnah (kebiasaan). Umar bin Khattab RA pernah (melarang puasa rajab dengan ) memukul telapak tangan beberapa orang yang melakukan puasa rajab, sehingga mereka mau meletakkan tangannya di makanan (membatalkan puasanya). Umar RA mengatakan :
مَا رَجَبٌ ؟ إِنَّ رَجَبًا كَانَ يُعَظِّمُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا كَانَ الْإِسْلَامُ تَرَكَ
“Apa rajab? Sesungguhnnya rajab adalah bulan yang dulu diagungkan masyarakat jahiliyah. Setelah islam datang, ditinggalkan.”[Lathaif Al-Ma’arif]
Kabar pelarangan terhadap puasa rajab sebulan penuh juga sempat beredar pada era setelahnya dimana Abdullah, budak Asma binti Abu Bakar, berkata: "Asma’ menyuruhku menemui Abdullah ibnu Umar RA (10 -73 H) untuk menyampaikan klarifikasi :
بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلَاثَةً ... وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ
“Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu mengharamkan tiga perkara: ... puasa bulan Rajab seluruhnya”.
Abdullah ibnu Umar RA menjelaskan kepadaku :
أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ فَكَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الْأَبَدَ
Adapun mengenai puasa bulan Rajab yang kau sebutkan, maka bagaimana hukumnya seorang yang puasa terus menerus sepanjang masa?. [HR Muslim]
Imam Nawawi Memberikan penjelasan :
أَمَّا جَوَاب اِبْن عُمَر فِي صَوْم رَجَب فَإِنْكَارٌ مِنْهُ لِمَا بَلَغَهُ عَنْهُ مِنْ تَحْرِيمه، وَإِخْبَار بِأَنَّهُ يَصُوم رَجَبًا كُلّه، وَأَنَّهُ يَصُوم الْأَبَد. وَالْمُرَاد بِالْأَبَدِ مَا سِوَى أَيَّام الْعِيدَيْنِ وَالتَّشْرِيق
Jawaban Ibnu Umar mengenai puasa rajab tersebut merupakan penolakan atas kabar larangan puasa rajab yang disinyalir bersumber dari dirinya bahkan jawabannya tersebut merupakan pemberitahuan bahwa ia sendiri melakukan puasa rajab sebulan penuh bahkan puasa selamanya yakni puasa sepanjang tahun selain dua hari raya dan hari-hari tasyriq. [Syarah Muslim]
Pro kontra juga terjadi pada masa setelahnya , dimana Utsman bin Hakim Al-Anshariy bertanya pada Said bin Jubair (46-95 H) mengenai hukum puasa rajab sedangkan saat itu kami berada pada bulan rajab maka Said bin Jubair menjawab: Kami mendengar bahwa Ibn Abbas RA berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ
“Rasul SAW berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkan puasa (puasa terus-menerus), dan Rasul SAW tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak berpuasa”. [HR Muslim]
Imam Nawawi menjelaskan maksud hadits ini : “Secara dhahir bahwasannya maksud dari Sa’id bin Jubair mengemukakan dalil di atas (Rasul SAW puasa dan tidak) adalah bahwa tidak ada larangan dan tidak ada pula anjuran secara khusus puasa pada Rajab, tetapi hukumnya sama seperti bulan-bulan lainnya”. Dan Imam Nawawi melanjutkan :
وَلَمْ يَثْبُت فِي صَوْم رَجَبٍ نَهْيٌ وَلَا نَدْبٌ لِعَيْنِهِ ، وَلَكِنَّ أَصْلَ الصَّوْمِ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ ، وَفِي سُنَن أَبِي دَاوُدَ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَدَبَ إِلَى الصَّوْم مِنْ الْأَشْهُر الْحُرُم ، وَرَجَبٌ أَحَدُهَا
Tidak ada ketetapan larangan dan kesunnahan untuk puasa rajab tetapi asalnya puasa adalah sunnah. Dalam sunan Abi Dawud diriwayatkan bahwasannya Rasul SAW menganjurkan puasa pada Asyhurul hurum (bulan-bulan mulia) (dimana salah satunya adalah bulan rajab).” [Syarah Muslim]
Senada dengan keterangan imam Nawawi di atas, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan :
لَمْ يَرِدْ فِي فَضْلِ شَهْرِ رَجَب وَلَا فِي صِيَامِهِ وَلَا فِي صِيَامِ شَيْءٍ مِنْهُ مُعَيَّنٍ وَلَا فِي قِيَامِ لَيْلَةٍ مَخْصُوْصَةٍ فِيْهِ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ يَصْلُحُ لِلْحُجَّةِ
Tidak ada hadits yang shahih yang layak dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, puasa rajab, atau puasa di tanggal tertentu di bulan Rajab, atau qiyamul lail di malam tertentu bulan rajab.
Keterangan saya ini telah didahului oleh keterangan Imam Al-Hafidz Abu Ismail Al-Harawi.” [Tabyinul Ajab]
Maka dengan demikian pihak yang pro maupun kontra puasa rajab sama-sama memiliki dalil sehingga sama-sama benar karena puasa kapanpun (selain dua hari raya dan hari-hari tasyriq) termasuk di bulan rajab adalah ibadah yang berpahala, namun tidak puasapun juga tidak berdosa. Maka terserah anda! Puasa atau tidak. Lha yang salah adalah mereka yang suka memperolok-olok orang lain dan menebar permusuhan di antara manusia. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk beramal sesuai hujjah dan tidak menodai kemuliaan bulan rajab (Asyhurul hurum) dengan debat kusir dan memperolok-olok orang lain.
0 komentar:
Post a Comment