ONE DAY ONE HADITH
Dari Abi Hurairah RA, Nabi SAW bersabda :
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا
يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa
meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya,
sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan
mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya”. [HR Muslim]
Catatan Alvers
Viral gaji bulanan yang diterima oleh pimpinan
lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang fantastis hingga mencapai
Rp250 juta. pejabat di bawahnya, seperti senior vice president, beroleh upah
sekitar Rp150 juta. Adapun vice president mendapat Rp80 juta per bulan. Ternyata
ACT ITU berada dibawah satu holding berlegal perkumpulan yaitu GIP (Global
Islamic Philanthropy). selain dari ACT ada lembaga lain yang bernaung di bawah
GIP seperti Global Wakaf, Global Zakat, Global Qurban dll. [merdeka com]
Pemasukan donasi dalam kurun waktu 5 tahun
sejak 2017 - 2021 total dana terhimpun
mencapai hampir Rp3 Triliun (berupa tunai maupun bentuk aset). Termasuk
pemasukannya seperti Global Qurban yang memperoleh amanah lebih dari 100 ribu
ekor (setara) kambing. [merdeka com]
Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah pengelola
dana sosial semacam ACT itu berhak mendapatkan gaji yang fantastis seperti itu?
Menjawab masalah ini maka kita tinjau dari berbagai sisi mengingat ACT itu mengumpulkan
zakat, qurban, wakaf dan sedekah.
Dalam masalah zakat, perlu diketahui bahwa Pengelola
Zakat di Indonesia ada tiga macam : (1). BAZNAS (tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota). (2). LAZ (tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota).
Semisal, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dll. (3). Pengelola Zakat Perseorangan atau
Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat semisal panitia yang dibentuk oleh
masjid, organisasi, atau dibentuk oleh kepala desa, dsb. Maka yang disebut amil
hanyalah yang pertama saja yakni BAZNAZ. Selain itu bukanlah amil sehingga
mereka tidak berhak menerima bagian dari harta zakat. Hal ini sebagaimana Keputusan
Bahtsul Masail PWNU Jatim di PP Tremas November 2014. Mengingat Amil zakat
adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan
dan mendistribusikan harta zakat [Fathul Qarib]. Dan Amil itu mencakup petugas
pengumpul wajib zakat, orang yang mendata, mencatat, mengumpulkan, membagi dan
menjaga harta zakat. [Al-Majmu’]
Jika pengelola dana sosial itu termasuk
kategori amil maka mereka berhak mendapatkan bagian harta zakat sebagai upah
yang wajar. Apabila bagian Amil sesuai dengan kewajaran sebagai upah pengelola
zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian tersebut. Namun bilamana bagian
Amil lebih besar dari kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka kelebihan –
di luar kewajaran tersebut – dikembalikan untuk golongan-golongan yang lain
dari mustakhiq zakat secara proporsional. Hal ini sebagaimana Fatwa MUI No. 8
Tahun 2011. Dengan demikian, ACT tidak boleh mengambil bagian
harta dari dana social berupa zakat karena mereka bukan amil zakat.
Dalam masalah qurban, tidak dikenal istilah
amil sebagaimana pada masalah zakat. Panitia qurban itu berstatus Wakil atau kepanjangan
tangan dari orang yang berqurban sehingga kewenangan wakil hanya menyembelih,
bukan memakan dagingnya. Maka dari itu mereka hanya boleh mengambil bagian daging
qurban sesuai yang di-idzini / direstui oleh orang yang berqurban baik dengan
ucapan atau secara 'urf. Sayyid bakri berkata :
اِمْتَنَعَ
الْأَكْلُ مِنْهَا رَأْسًا بِغَيْرِ إِذْنِ الْمَنُوْبِ عَنْهُ
Panitia penyembelihan (seseorang yang bukan
pemilik hewan kurban) sama sekali tidak boleh memakan bagian dari hewan kurban
yang disembelihnya tanpa ijin pemilikinya. [I’anatut Thalibin]
Jika ada izin, panitia hanya boleh memakan daging
bagiannya saja dan tidak boleh ia menjualnya. Sayyid bakri berkata :
)وَلَهُ
إِطْعَامُ أَغْنِيَاءٍ - لَا تَمْلِيْكُهُمْ( وَيَكُوْنُ
هَدِيَّهً لَهُمْ وَهُمْ يَتَصَرَّفُوْنَ فِيْهِ بِنَحْوِ أَكْلٍ وَتَصَدُّقٍ وَضِيَافَةٍ
لِغَنِيٍّ أَوْ فَقِيْرٍ لَا بِبَيْعٍ وَهِبَةٍ وَهَذَا بِخِلاَفِ الْفُقَرَاءِ
Pemilik qurban boleh memberikan makan dari
daging kurbannya kepada orang-orang kaya, bukan memberikan hak milik kepada
mereka. Daging itu berstatus Hadiyah untuk mereka sehingga mereka bisa
menggunakan daging tersebut dengan dimakan misalnya, atau dengan disedekahkan,
dibuat jamuan tamu orang baik dari kalangan orang kaya maupun miskin dan tidak
boleh mereka menjualnya atau menghibahkannya. Aturan penggunaan daging kurban
ini berbeda dengan orang-orang miskin. (mereka boleh menjualnya). [I’anatut
Thalibin]
Dan Operasional qurban tidak boleh diambilkan
dari daging, kulit atau bagian qurban yang dijual. Sayyidina Ali KW berkata :
أَمَرَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ
أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ
مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi hewan
kurban beliau. Aku pun lantas membagikan dagingnya, kulitnya dan pakaiannya.
Beliau memerintahkanku untuk tidak memberi upah kepada jagal dari (yg diambil
dari) hewan kurban, sedikit pun. Beliau bersabda, 'Kami akan memberi upah untuk
jagal dari uang kami sendiri.'' [HR Muslim]
Namun Syeikh Nawawi al-Bantani memberikan perkecualian :
فَاِنْ
أَعْطَى لِلْجَزَّارِ لَا عَلَى سَبِيْلِ الْأُجْرَةِ بَلْ عَلَى سَبِيْلِ الصَّدَقَةِ
لَمْ يَحْرُمْ
Jika memberi kepada jagal bukan sebagai upah
namun sebagai sedekah maka tidak haram [Tausyih]
Dengan demikian ACT tidak boleh mengambil gaji dari sumber dana sosial
berupa qurban karena apa yang mereka lakukan bersifat sukarela dan di dalam
qurban tidak ada istilah amil bahkan mereka harus menaggung dana operasional dari
sumber selain qurban.
Dalam masalah dana sosial maka jika pengurus
berstatus miskin dan menyalurkan bantuan sosial menyebabkan ia tidak bisa
bekerja maka ia boleh mengambil bagian dari dana sosial tersebut hanya
untuk sekedar nafkah saja. Sayyid bakri berkata :
لَيْسَ
لِوَلِيٍّ أَخْذُ شَئْ ٍمِنْ مَالِ مَوْلِيِّهِ إِنْ كاَنَ غَنِيًّا مُطْلَقًا، فَإِنْ
كَانَ فَقِيْرًا وَانْقَطَعَ بِسَبِبِهِ عَنْ كَسْبِهِ: أَخَذَ قَدْرَ نَفَقَتِهِ...
وَقِيْسَ بِوَلِيِّ الْيَتِيْمِ فِيْمَا ذُكِرَ: مَنْ جَمَعَ مَالًا لِفَكِّ أَسْيْرٍ
أَيْ مَثَلًا
Seorang wali yatim sama sekali tidak boleh
mengambil sedikitpun harta anak yatim, jika wali tadi berstatus kaya. Namun
jika ia fakir dan mengurus harta anak yatim tersebut menjadikannya tidak bisa bekerja maka ia
boleh mengambil harta sekedar nafkahnya… Diqiyaskan dalam hal tersebut adalah
pengumpul dana sosial untuk kepentingan membebaskan tawanan misalnya. [I’anatut
Thalibin]
Dengan demikian ACT bisa mengambil
Sebagian dana sosial untuk gaji namun hanya sebesar gaji yang pantas (UMR) saja,
bukan gaji fantastis seperti diatas. Jika seseorang mencari kaya dengan dana sosial
maka sama halnya orang itu mengumpulkan bara api sebagaimana ancaman hadits
utama di atas. Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran
kita untuk ikhlas dalam setial kegiatan yang bersifat sosial dan tidak memanfaatkan
dana sosial untuk kepentingan pribadi bahkan untuk memperkaya diri.
Salam
Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Ngaji
dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok!
Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment