ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Amr ibnil Ash RA, Rasul SAW bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ
"Sampaikanlah
oleh kalian dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah oleh kalian dari Bani
Israil dan tidak apa-apa." [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
“Cinderella
Cinderella Cinderella... Cinderella pun tiba. Dengan k'reta kencana. Sepatu
kaca hiasi kakinya. Semua mata terpana. Akan kedatangannya. Pangeran pun jatuh
cinta padanya.” Lirik lagu ini viral pada tahun 2024 menghiasi backsound
berbagai platform medsos seperti IG atau Tiktok dll. Lagu ini juga sering
terdengar di mall dan toko. Sebenarnya lagu ini sudah dirilis sejak 20 tahun
silam, lagu itu dipopulerkan oleh grup band Radja kemudian lagu tersebut banyak
dijadikan sebagai lagu latar sinetron hingga iklan.
Tidak
hanya ramai karena dicover oleh penyanyi lain, akhir-akhir ini lagu cinderella
juga ramai karena adanya kasus saling menuntut ganti rugi. Pencipta lagu
Cinderella, Ipay menuntut ganti rugi sebesar Rp. 20 miliar ke pihak penyanyi
yaitu band Radja karena mereka tak pernah membayar royalti kepada Ipay. Band
Radjapun juga melaporkan Ipay ke polisi karena Ipay membuat konten yang dianggap
mencemarkan nama baik Band Radja. [Kompas com]
Selanjutnya,
sepatu kaca dalam kisah cinderella dinilai kontroversial pasalnya hingga zaman
sekarang tidak familier sepatu terbuat dari kaca maka bagaimana mungkin zaman
dahulu sudah ada sepatu kaca? Ternyata ini terjadi akibat kesalahan dalam
penerjemahan. Charles Perrault menulis
kisah Cinderella versi modern dengan mewawancarai orang-orang tua di Prancis.
Dalam penuturan tersebut dikisahkan bahwa cinderella memakai sepatu “pantoufles
de vair”. Dalam bahasa Prancis, “vair” memiliki arti “bulu bajing”. Sementara
yang terdengar Charles Perrault adalah kata “verre” yang artinya “kaca”. Kedua
kata itu—vair dan verre—memang terdengar mirip. Ketika kisah cinderella dengan
judul “Tales of Mother Goose” itu terbit pada tahun 1697 maka banyak
diterjemahkan ke berbagai bahasa dan para penerjemah menerjemahkan kata “verre”
langsung ke bahasa mereka. Penerjemah Indonesia, misalnya, menerjemahkannya
sebagai “sepatu kaca”, dan kita pun kemudian percaya bahwa sepatu Cinderella
memang terbuat dari kaca padahal terdapat kesalahan dalam penulisan yang
akhirnya menjadi kesalahan dalam terjemah. [Hoedamanis blogspot com]
Dari
sini kita ketahui mengapa Al-Qur’an sebagai kitab suci harus tetap ditulis
dalam bahasa aslinya, tidak sama dengan kitab suci lainnya yang telah
diwujudkan dalam berbagai bahasa dan masih dianggap sebagai kitab suci.
Terjemah itu termasuk karangan manusia, bukan lagi firman Allah. Dan karena
karangan manusia maka ia bisa berbeda antara tafsir satu dengan lainnya bahkan
bisa berubah dari masa ke masa seperti kasus terjemahan babi (secara umum) yang
berubah menjadi babi hutan dalam bibel. Dalam Alkitab cetakan baru tahun
1996-2005 tertulis : “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah,
yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu [Imamat 11:7]. Padahal di dalam Alkitab
cetakan lama tahun 1941tertulis : Dan lagi babi, karena soenggoehpon ...
[ziyad.web.id]
Sebagai
bukti bahwa terjemah Qur’an tidak lagi dianggap sebagai kitab suci adalah
bolehnya membawa terjemah saat seseorang berhadats atau tidak memiliki wudlu.
Hal ini berbeda dengan membawa Qur’an yang harus dalam keadaan suci.
Selanjutnya
menyoroti kisah cinderella sebagai legenda yang mana legenda itu sendiri
didefinisikan sebagai cerita fiksi (khayalan) yang bercerita tentang kejadian
alam, asal-usul tempat, benda, atau kejadian di suatu daerah. Contoh legenda
adalah Tangkuban Perahu, Malin Kundang, Roro Jonggrang, dan sebagainya.
[detik.com]
Lantas
bolehkah kita menceritakannya? Biasanya seorang ibu menceritakan kisah fiksi
sebagai pengantar tidur anaknya. Kisah legenda itu selama isinya tidak
bertentangan dengan ajaran Islam apalagi jika ada hikmah pengajaran atau
penjelasan di dalamnya maka kisah itu boleh saja ceritakan. Allah SWT dalam
Al-Quran juga mengemukakan perumpamaan dan namanya perumpamaan itu bukan
kejadian sesungguhnya. Perumpamaan tersebut digunakan untuk memperjelas hakikat
sesuatu. Misalnya yang terdapat dalam (terjemah) ayat berikut : Perumpamaan
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha
Mengetahui. [QS Al-Baqarah : 261] Dalam Ayat lain disebutkan : “Dan Allah
(juga) membuat perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat
berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya, ke mana saja dia disuruh
(oleh penanggungnya itu), dia sama sekali tidak dapat mendatangkan suatu
kebaikan. Apakah sama orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat adil dan dia
berada di jalan yang lurus?” [QS An-Nahl: 76]
Kisah
legenda itu mirip dengan cerita-cerita lama yang disampaikan oleh Bani Israil.
Mengisahkan cerita yang demikian diperbolehkan oleh Nabi SAW sebagaimana dalam
hadits di atas "Sampaikanlah oleh kalian dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah oleh kalian dari Bani Israil dan tidak apa-apa." [HR Bukhari]
dan dalam riwayat lain, beliau mengemukakan alasannya. Beliau bersabda :
فَإِنَّهُ كاَنَتْ فِيْهِمْ أَعَاجِيْبُ
“Karena
sesungguhnya dalam cerita-cerita Bani Israil terkandung cerita-cerita yang
menarik”. [Mushannaf Ibni Abi Syaibah]
Sebagian
Imam berkata :
هَذَا دَالٌّ عَلَى حَلِّ سَمَاعِ تِلْكَ الْأَعَاجِيْبِ
لِلْفُرْجَةِ لَا لِلْحُجَّةِ
Hadits
ini menunjukkan akan bolehnya mendengarkan cerita-cerita Bani Israil yang
menarik untuk sekedar untuk hiburan, bukan untuk dijadikan argumentasi.
[Tuhfatul Muhtaj]
Ibnu
Hajar Al-Haitami berkata : Dari keterangan ini diambil kesimpulan hukum mengenai
bolehnya mendengarkan cerita-cerita menarik dan aneh dari setiap cerita yang
tidak diyakini sebagai cerita bohong dengan tujuan hiburan, bahkan boleh juga
mendengarkan cerita-cerita yang diyakini sebagai cerita bohong (fiksi) tetapi
dengan tujuan membuat perumpamaan, menasehati, mengajarkan keberanian, baik
berupa kisah manusia maupun hewan (Fabel). [Tuhfatul Muhtaj]
Dan
hikmah dari kisah cinderella adalah pelajaran agar senantiasa bersabar ketika mendapat
perlakukan buruk dari orang lain, memaafkan orang yang telah berbuat keburukan
kepada kita, dan keyakinan bahwa akhir dari semua pengorbanan adalah
pertolongan dan kebahagiaan.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk memetik hikmah dari setiap apa yang
kita dengar, dan tidak menyampaikan cerita kecuali yang baik-baik saja dan
memiliki hikmah dan pelajaran dalam kehidupan kita.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment