ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul
SAW bersabda :
مَنْ وَسَّعَ
عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِي سَائِرِ سَنَتِهِ
Barang siapa meluaskan belanjanya kepada
keluarganya pada hari Asyura maka Allah akan meluaskan rizki kepadanya
sepanjang tahun. [HR Baihaqi]
Catatan Alvers
Hadits di atas dikomentari oleh Imam
Baihaqi sendiri bahwa sanad-sanad hadits ini meskipun lemah namun jika
dikumpulkan satu sama lain maka menjadikan sanadnya kuat. [Syu’abul Iman] senada
dengannya, As-Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa karena begitu
banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini menjadi hasan
bahkan Syeikh Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu Nashiruddin menshahihkannya. Dan
demikianlah sehingga masalah meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari
Asyura, secara ittifaq disunnahkan oleh ulama empat madzhab. Sebagaimana
pernyataan As-Shawi al-Maliki dalam Hasyiyah Syarah Shagir, Sulaiman Jamal
As-Sayfi’i dalam Hasyiyah Fathil Wahhab, Al-Bahuti al-Hambali dalam Syarah
Muntahal Iradat, Ibnu Abidin Al-Hanafi dalam Raddul Muhtar.
Berbicara mengenai “Bubur Asyura” atau
dalam bahasa jawa dikenal dengan sebutan “Jenang Suro” maka hal itu merupakan
tradisi yang disebut muncul sejak era Sultan Agung di Kerajaan Mataram dan
hingga kini masih bisa dijumpai di beberapa wilayah Jawa Timur, juga Madura,
dan sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Solo, hingga Semarang.
Bubur tersebut disantap bersama keluarga dan kerabat terdekat dan juga
dijadikan “ater-ater” (hadiah) yang dibagikan kepada tetangga atau juga
dibagikan secara masal di masjid-masjid sebagai wujud sedekah dan berbagi
rezeki kepada orang-orang yang membutuhkan. Jenang ini terbuat dari beras yang
dimasak menjadi bubur ditambah dengan tujuh jenis kacang yang terdiri dari
kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang mede, dan beberapa kacang
lainnya lalu disajikan dengan kuah santan kuning, tahu, orek tempe atau teri.
Adapun lauknya bisa berbeda-beda tergantung daerahnya. [ngopibareng id]
Ternyata jenang suro tidak hanya sebatas
tradisi, namun ia merupakan wujud mengamalkan anjuran untuk meluaskan belanja
pada hari Asyura yang berdasar kepada hadits utama di atas “Barang siapa
meluaskan belanjanya kepada keluarganya pada hari Asyura maka Allah akan
meluaskan rizki kepadanya sepanjang tahun”. [HR Baihaqi]
Adapun wujud makanan jenang suro
merupakan napak tilas dari kisah Nabi Nuh tatkala memasak makanan pada hari
Asyuro. Dikisahkan dalam Ar-Raudl Al-Fa’iq bahwa Ketika Nabi Nuh dan orang-orang
yang menyertainya turun dari kapal, mereka semua merasa lapar sedangkan
perbekalan mereka sudah habis. Lalu Nabi Nuh memerintahkan mereka untuk
mengumpulkan sisa-sisa perbekalan mereka. Maka, diantara mereka ada yang
membawa segenggam biji gandum, ada yang membawa segenggam biji adas, ada yang
membawa segenggam biji kacang ful,ada yang membawa segenggam biji himmash
(kacang putih), sehingga terkumpul tujuh macam biji-bijian. Peristiwa tersebut
terjadi pada hari Asyura. Selanjutnya Nabi Nuh membaca basmalah pada
biji-bijian yang sudah terkumpul itu, lalu beliau memasaknya, setelah matang
mereka menyantapnya bersama-sama sehingga semuanya merasa kenyang dengan
lantaran berkah Nabi Nuh. Itulah seperti firman Allah SWT :
قِيلَ يَانُوحُ
اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ
Difirmankan, “Wahai Nuh! Turunlah dengan
selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat
(mukmin) yang bersamamu. [QS. Hud : 48]
Makanan tersebut adalah makanan pertama
yang dimasak di muka bumi pasca banjir bah, laku orang-orang menjadikannya
sebagai sunnah pada hari Asyura dan di dalamnya terdapat pahala yang besar bagi
yang melakukannya dan memberikannya kepada fakir miskin. [Hamisy I’anatut
Thalibin]
Kejadian Nabi Nuh turun dari perahu
bertepatan pada hari Asyura dilandaskan pada riwayat dari Abu Hurairah Ra, ia
berkata : Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan sekelompok orang Yahudi yang
mana mereka berpuasa di hari Asyura. Beliau bertanya : Puasa apakah yang kalian
lakukan? Maka mereka menjawab :
هَذَا الْيَوْمُ
الَّذِي نَجَّى اللَّهُ مُوسَى وَبَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ الْغَرَقِ وَغَرَّقَ
فِيهِ فِرْعَوْنَ وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ
فَصَامَهُ نُوحٌ وَمُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ
Hari ini adalah hari dimana Allah
menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari tenggelam dan Allah menenggelamkan
Fir’aun. Hari ini juga merupakan hari dimana perahu Nabi Nuh bersandar di bukit
Judiy (dengan selamat pasca banjir bah) maka Nabi Nuh dan Nabi Musa berpuasa
sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. [HR Ahmad]
Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa
Nabi SAW bersabda :
وَفِي رَجَبٍ
حَمَلَ اللَّهُ نُوحًا فِي السَّفِينَةِ فَصَامَ رَجَبًا ، وَأَمَرَ مَنْ مَعَهُ
أَنْ يَصُومُوا ، فَجَرَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ ، آخِرُ ذَلِكَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ أُهْبِطَ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَ نُوحٌ وَمَنْ مَعَهُ
وَالْوَحْشُ شُكْرًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Di bulan Rajab, Allah menaikkan Nabi Nuh
ke atas perahu lalu ia berpuasa rajab dan memerintahkan pengikutnya untuk juga
berpuasa. Perahu tersebut berjalan selama enam bulan dan berakhir pada hari
Asyura dimana mereka turun di bukit Judiy. Lalau pada hari asyura tersebut Nabi
Nuh dan pengikutnya beserta binatang-binatang yang bersama mereka semuanya
berpuasa sebagai wujud syukur kepada Allah Azza Wa Jalla. [HR Thabrani]
Fath bin Syukhruf (Seorang Zahid yang
wafat di baghdad pada tahun 273 H) berkata : " Setiap hari aku meremukkan
roti untuk aku berikan kepada semut namun ketika tiba hari Asyura semut-semut
itu tidak memakannya. Khalifah Abbasiah, Al-Qadir Billah juga menemukan hal
yang sama sehingga ia bertanya kepada Abul Hasan Al-Qazwini Az-Zahid, dan ia
menjawab
أنَّ يَوْمَ
عَاشُوْرَاءَ تَصُومُهُ النَّمْلُ
bahwa hari Asyura adalah hari dimana
semut itu berpuasa. [Latha’iful Ma’arif]
Ada kisah menarik yang diceritakan
Jalaluddin As-suyuti bersumber dari Sahabat Umar bin Khattab RA. Ketika perahu
bersandar di bukit Judiy dan beliau tinggal beberapa lama di bukit tersebut
maka Nabi Nuh ingin turun dari bukit dan untuk memastikan keadaan maka beliau memanggil
burung gagak untuk melihat dan melaporkan keadaan di muka bumi pasca banjir.
Burung gagak pun langsung turun untuk melihat-lihat apa yang terjadi dimana
ditemukan banyak mayat-mayat dari kaum Nabi Nuh yang menjadi korban banjir.
Namun burung gagak terbilang lemot, lama sekali kembalinya sehingga Nabi Nuh
melaknatnya. Lalu Nabi Nuh memanggil burung dara lalu ia datang dan bertengger
di atas telapak tangan Nabi Nuh. Iapun mendapatkan perintah yang sama dan
burung dara dengan cepat terbang dan cepat pula ia kembali sambil
mengusap-ngusapkan bulu-bulunya ke paruhnya dan ia berkata : Silahkan turun ke
bawah bukit karena tanah tenah menumbuhkan pepohonan. Mendengar laporan ini,
Nabi Nuh berkata :
بَارَكَ اللهُ
فِيْكَ وَفِي بَيْتٍ يُؤْوِيْكَ وَحَبَّبَكَ إِلَى النَّاسِ لَوْلَا أَنْ
يَغْلِبَكَ النَّاسُ عَلَى نَفْسِكَ لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَ رَأْسَكَ مِنْ
ذَهَبٍ
Semoga Allah melimpahkan keberkahan
padamu dan kepada sarang tempat tinggalmu dan semoga Allah menjadikanmu
disenangi oleh manusia. Jika saja manusia tidak menguasai dirimu niscaya aku
akan memohon kepada Allah agar mengubah kepalamu menjadi emas. [Ad-Durrul
Mantsur]
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari
membuka hati dan fikiran kita untuk semakin giat melakukan amalan-amalan sunnah
Nabi SAW.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat
Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan
Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah
kita semua.
0 komentar:
Post a Comment