Monday, September 23, 2024

KETIKA BACAAN QUR’AN BERBEDA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, Rasul SAW bersabda :  

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

"Sesungguhnya Al-Qur`an diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah apa yang mudah bagi kalian." [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ada seorang ulama yang menjadi Imam shalat di masjid Istiqlal. Lalu ketika membaca Al-Qur’an, ia membaca dengan bacaan yang berbeda dengan cara baca yang lazim di dengar oleh kebanyakan orang. Ditambah lagi dengan suara beliau yang terkesan seadanya dan jauh dari kata merdu. Tidak pula ia membacanya dengan lagu yang enak di telinga layaknya lagu bacaan imam masjidil haram yang terkenal.

 

Hal ini membuat netizen gaduh. Komentar-komentar liarpun bermunculan sehingga banyak di antara mereka menghujat sang ulama yang memiliki banyak pengikut itu. Mulai mengkritik suara dan lagu bacaan hingga menyalahkan cara baca yang tidak sesuai dengan tulisan dalam mushaf Al-Qur’an.

 

Mengingkari satu bacaan Qur’an pernah terjadi di masa kenabian. Diriwayatkan bahwa pada satu ketika Umar bin Al Khaththab mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surat Al-Furqan dengan seksama. Dan ternyata ia membacanya dengan Huruf (cara bacaan) yang begitu banyak, yang tidak diajarkan Rasul kepada Umar. Maka Umar tidak sabar ingin segera menyergapnya ketika shalat, namun ia menunggunya hingga selesai salam. Setelah selesai shalat, Umar langsung mengikatnya dengan selendangnya. Umar bertanya, "Siapa yang membacakan surat tadi padamu?" Ia menjawab, "Rasul yang membacakannya padaku." Maka Umar berkata,

كَذَبْتَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَقْرَأَنِيهَا عَلَى غَيْرِ مَا قَرَأْتَ

"Kamu telah berdusta. Rasul SAW telah membacakan surat tersebut kepadaku tidaklah demikian."

 

Maka Umar segera membawanya menghadap Rasul SAW. Umar berkata, "Wahai Rasul SAW, aku mendengar orang ini membaca surat Al Furqan dengan cara baca yang tidak Anda ajarkan padakku." Rasul SAW bersabda: Lepaskan dia!. "Wahai Hisyam, bacalah surat itu." Maka Hisyam pun membaca bacaan yang telah dibaca sebelumnya. Lalu Rasul SAW bersabda:

كَذَلِكَ أُنْزِلَتْ

"Seperti inilah surat itu diturunkan."

 

Kemudian beliau menyuruh Umar membaca. Lalu iapun membacanya sebagaimana yang telah diajarkan beliau. Kemudian Rasul SAW bersabda:

كَذَلِكَ أُنْزِلَتْ إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

"Seperti ini pulalah ia diturunkan." Sesungguhnya Al-Qur`an diturunkan dengan tujuh huruf. Oleh karena itu bacalah yang mudah bagi kalian." [HR Bukhari]

 

Kejadian serupa juga menimpa Ubay bin Ka'ab dimana ia menemukan dua orang laki-laki yang membaca Qur`an dengan bacaan yang ia ingkari. Keduanya dibawa ke hadapan Rasul dan disuruh mengulangi bacaan mereka. Anehnya semuanya dibenarkan oleh beliau. Ubay bin Ka'ab merasakan keganjilan yang sangat mengganggu dalam hatinya mengenai hal tersebut. Melihat hal ini lalu Nabi SAW menepuk-nepuk dadanya sambil bersabda:

اللهم أَذْهِبْ عَنْهُ الشَّيْطَانَ

“Ya Allah, hilangkanlah setan darinya” [HR Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah]

 

Dan dalam riwayat Muslim, selanjutnya Rasul menjelaskan latar belakang perbedaan cara baca Qur’an. Beliau bersabda : "Wahai Ubay, Allah mengutus jibril kepadaku agar aku membaca Al Qur`an dengan satu huruf (cara bacaan) saja, maka aku pun terus mendesaknya agar memberikan keringanan atas umatku. Maka ia pun kembali kepadaku agar aku membacanya dengan dua huruf”.

فَرَدَدْتُ إِلَيْهِ أَنْ هَوِّنْ عَلَى أُمَّتِي فَأَرْسَلَ إِلَيَّ أَنْ اقْرَأْهُ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ

“Aku masih terus mendesaknya lagi agar memberikan keringanan atas umatku. Maka ia pun kembali lagi (dan memberikan keringanan) agar aku membacanya dengan tujuh huruf”. [HR Muslim]

 

Dengan demikian menjadi jelas bahwa cara membaca al-Qur’an itu tidaklah satu macam. Ada cara baca yang dikenal dengan tujuh huruf sebagaimana redaksi hadits utama di atas. Ada banyak pengertian dari tujuh hruf sehingga Jalaluddin As-Suyuthi berkata :

اُخْتُلِفَ فِي مَعْنَى هَذَا الْحَدِيْثِ عَلَى نَحْوِ أَرْبَعِيْنَ قَوْلاً.

Hadits mengenai (Tujuh huruf) ini diperselisihkan maknanya hingga terdapat sekitar 40 pendapat. [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]

 

Mengenai maksud dari Bilangan “tujuh”, ada yang mengartikan sebagai hitungan sebenarnya dan ada yang mengartikan bahwa tujuh itu artinya banyak sehingga tujuh diartikan sebagai bentuk kemudahan dan keluasan. Begitu pula mengenai maksud dari “huruf”, ada yang mengartikan sebagai logat atau dialek sehingga tujuh huruf diartikan sebagai tujuh dialek arah yang fasih yang berjumlah ada tujuh.  Dan yang jelas bahwa Tujuh huruf itu bukanlah Qiraat tujuh. As-Suyuthi berkata :

وَقَدْ ظَنَّ كَثِيْرٌ مِنَ الْعَوَامِ أَنَّ الْمُرَادَ بِهَا الْقِرَاءَاتُ السَّبْعَةُ وَهُوَ جَهْلٌ قَبِيْحٌ

“Banyak orang awam yang menyangka bahwa maksud tujuh huruf itu adalah qiraat sab’ah dan ini adalah kebodohan yang jelek” [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]

 

Muhammad Thahir Al-Kurdi berkata : Di antara 40 Pendapat mengenai tujuh huruf tersebut, pendapat yang al-Mukhtar (terpilih) adalah tujuh logat. Menurut Abu Ubaidah, Logat yang dimaksud adalah Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamin dan Yaman. [Tarikh al-Qur’an Al-Karim] Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas RA :

نَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى سَبْعِ لُغَاتٍ

Al-Qur’an itu turun dengan tujuh logat. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Contoh perbedaan cara baca Qur’an itu seperti yang terdapat dalam surat Al-Fatihah. As-Sakhawi menceritakan bahwa Surat Al-Fatihah itu diturunkan sebanyak dua kali. Hal ini dikarenakan pada kali pertama turun, Surat Al-Fatihah diturunkan dengan satu huruf (cara baca) dan ketika turun kedua kalinya ia diturunkan dengan huruf-huruf (cara Baca) lainnya seperti lafadz :

مَلِكِ و مَالِكِ و السِّرَاط و الصِّرَاط

Maliki (dengan dibaca pendek mimnya) da n Maaliki (dengan dibaca panjang mimnya) dan Shirathal (dengan memakai huruf shad) dan lafadz Sirathal (dengan memakai huruf sin) dll. [Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an]

 

Contoh lain adalah lafadz “La Tasma’u Fiha Laghiyatan” [QS Al-Ghasyiyah : 11] Ada yang membaca “La Yusma’u Fiha Laghiyatun” dan “La Tusma’u”.  Dan lafadz “Walladzi Qaddara Fahada” [QS Al=A’la : 3] ada yang membaca “Walladzi Qadara” dengan tanpa tasydid. Dan lafadz “Kufuwan Ahad” [QS Al-Ikhlas : 4] Ada yang membaca “Kuf’an Ahad”. [Al-Unwan Fil Qira’at As-Sab’i]

 

Ini semua bukanlah penyelewengan lafadz Qur’an, bukan pula pemalsuan. Ini dikarenakan semua cara baca tersebut diajarkan oleh Rasul SAW kepada sahabat sebagaimana hadits di atas lalu turun temurun diajarkan sehingga sampailah cara baca tersebut kepada kita. Perbedaan cara baca tersebut menunjukkan betapa tingginya perhatian kaum muslimin kepada kitab suci Al-Qur’an sehingga mereka tidak menjaga tulisannya saja namun juga cara bacanya yang berbeda-beda. Hal yang seperti ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab suci selain Qur’an.

 

Keberadaan “Tujuh Huruf” atau tujuh logat juga mengandung hikmat akan luasnya tantangan membuat tandingan Al-Qur’an. karena dengan demikian tantangan itu tidak hanya tertuju kepada bangsa Arab khususnya suku quraisy melainkan berlaku kepada semua suku Arab dengan berbagai logatnya. Namun demikian, hingga kini tidak ada yang mampu membuat semisal Qur’an walaupun hanya satu surat saja. Maka nyatalah Qur’an itu adalah Kalam Allah. Dan nyatalah orang yang minim pengetahuan lebih mudah mengingkari seperti perilaku netizen kepada ulama diatas.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk semakin meyakini bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah dan semakin gemar memperdalam ilmu pengetahuan yang terkait dengannya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment