Thursday, January 23, 2025

SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Jika Imam membaca “Samiallahu Liman Hamidah” maka ucapkanlah “Rabbana Walakal Hamd”. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Abu bakar As-Shiddiq RA merupakan sahabat yang rajin shalat berjamaah bersama dengan Rasul SAW. Ia tidak pernah telat untuk shalat dibelakang Nabi SAW hingga satu ketika ia menyangka telat tertinggal shalat Ashar berjamaah bersama Nabi SAW. Dengan tergesa-gesa dan dengan raut muka sedih, ia berjalan menuju masjid. Di luar dugaan ternyata ia masih menemui shalat Rasul SAW yang mana saat itu beliau sedang bertakbir untuk menuju rukuk. Diapun bersyukur memuji Allah akan hal ini dengan mengucap “Alhamdulillah” dan segera ia bertakbir memulai shalat di barisan makmum. Dan di saat Nabi SAW masih dalam keadaan rukuk, Malaikat Jibril turun dan berkata :

يَا مُحَمَّدُ، سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“Wahai Muhammad, Semoga Allah mendengarkan orang yang memuji-Nya”.

 

Dan dalam riwayat yang lain, Nabi SAW bersabda :

اِجْعَلُوْهَا فِي صَلَاتِكُمْ

Jadikanlah ia (Samiallahu Liman Hamidah) dalam shalat kalian.

 

Maka lafadz tersebut diucapkan saat bangun dari rukuk. Sebelumnya, ketika hendak rukuk dan bangun dari rukuk Rasul SAW membaca takbir. Namun sejak saat itu kata “Samiallahu Liman Hamidah” menjadi sunnah berkahnya Abu Bakar RA. [I’anatut Thalibin]

 

Jadi bermula dari “Alhamdulillah” yang dikatakan oleh Abu bakar lalu doa malaikat Jibril yaitu “Samiallahu Liman Hamidah” lalu berlanjut kepada dzikir setelahnya. Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqi berkata: “Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi SAW. Ketika mengangkat kepalanya dari ruku beliau mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah” (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya). Kemudian ada seorang laki-laki yang berada di belakang beliau membaca :

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

(Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah).

 

Setelah selesai shalat, beliau bertanya: ‘Siapa orang yang membaca kalimat tadi?’ Orang itu menjawab, ‘Saya.’ (tidak lain adalah Rifa’ah sendiri) Beliau bersabda :

رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ

Aku melihat lebih dari 30 Malaikat, berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu mencatat (kebaikan dari) kalimat tersebut.” [HR Bukhari]

 

Lagi-lagi hal ini kemudian menjadi bacaan yang ditetapkan oleh Nabi SAW sebagaimana dalam hadits utama di atas Rasul SAW bersabda : “Jika Imam membaca “Samiallahu Liman Hamidah” maka ucapkanlah “Rabbana Walakal Hamd”. [HR Muslim]

 

Kapan At-Tasmi’ (Bacaan “Samiallahu Liman Hamidah”) itu dibaca? Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : menurut dzahirnya teks hadits di atas, tasmi’ itu dibaca setelah seseorang mengangkat kepala dari posisi ruku’ sehingga tasmi’ merupakan dzikirnya i’tidal, namun dalam redaksi hadits Abu Hurairah dan lainnya disebut bahwa tasmi’ adalah dzikir intiqal (perpindahan). Maka dengan menggabungkan kedua hadits yang nampaknya kontradiktif tersebut dipahami bahwa maksud dari perkataan “Ketika ia mengangkat kepala” maksudnya adalah ketika mulai bergegas mengangkat kepala maka ia memulai membaca tasmi’ dan menyempurnakan hingga posisi i’tidal. [Fathul Bari]

 

Bagaimana cara membaca tasmi’? Al-Khatib As-Syarbiny berkata : “Imam membaca tasmi’ dengan suara keras dan membaca bacaan ‘Rabbana’ dengan suara pelan, sedang bagi selain imam (makmum, orang yang shalat sendirian) membaca dengan suara lirih keduanya. Muballigh (penyampai suara imam) membaca dengan keras bacaan yang dikeraskan oleh imam dan membaca dengan lirih bacaan yang dilirihkan oleh imam sebagaimana keterangan kitab al-Majmu’ karena kedudukan muballigh sebagai pemindah bacaan dari imam”. [Al-Iqna’].

 

Ada catatan Ibnu Hajar yang menarik mengenai hadits tasmi’ di atas. Pertama, Malaikat yang berebut untuk mencatat pahala tasmi’ tersebut bukanlah malaikat hafadzah (pencatat amalan) melainkan malaikat yang bertugas mencari ahli dzikir. Hal ini sebagaimana dalam hadits disebutkan :

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari Ahli Dzikir. [HR Bukhari].

Dalam lanjutannya disebutkan : “Jika mereka telah menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling mengajak : “Kemarilah, ini dia yang kalian cari”. Maka para malaikat itu mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka (dan bertumpuk-tumpuk) hingga sampai ke langit dunia. [HR Bukhari].

 

Kedua, bahwa jumlah malaikat yang berebut untuk mencatat itu berjumlah 30 lebih (bidl’un). Jadi jumlah mereka antara 31-39 malaikat. Sedangkan jumlah huruf dari “Rabbana Walakal Hamd dst” adalah 33 Huruf. Jadi terdapat kesesuaian antara jumlah malaikat dan jumlah hurufnya. [Fathul Bari]

 

Ketiga, hadits tersebut menjadi dalil bolehnya membaca dzikir baru yang tidak diajarkan Rasul SAW di dalam shalat selama tidak bertentangan dengan yang ma’tsur (diajarkan Rasul SAW). Keempat, diperbolehkan mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang yang bersamanya. [Fathul Bari]

 

Dalam riwayat lain, doa di atas dilatar belakangi kejadian bersin. Suatu ketika Rifa’ah shalat berjamaah di belakang Rasul SAW. Lalu ia bersin dan membaca :

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, lagi baik dan penuh berkah sebagaimana Allah senang dan ridla terhadapnya”.

Dan di akhir hadits, Nabi SAW bersabda : “Demi Allah, Terdapat lebih dari 30 Malaikat, berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu membawa kalimat tersebut ke atas (langit).” [HR Turmudzi]

 

Lantas bagaimana dengan hukum membaca hamdalah bagi orang yang bersin?  Ibnu Hajar Al-Haytami berkata :

وَيُسَنُّ لِمُصَلٍّ عَطسَ ... أَنْ يَحْمَدَ بِحَيْثُ يُسْمِعُ نَفْسَهُ

Sunnah bagi orang yang bersin ketika shalat agar ia membaca hamdalah dengan volume suara sekedar ia bisa mendengarkan ucapannya sendiri. [Tuhfatul Muhtaj]

 

Adapun bagi orang shalat yang lain, maka dia tetap dianjurkan mendoakannya seperti di luar shalat? Namun dengan redaksi do’a seperti Rahimahullah, Yarhamuhullah (semoga Allah merahmatinya) dan bukan dengan redaksi pembicaraan manusia seperti “Yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu, karena hal ini dapat membatalkan shalatnya). [Tuhfatul Muhtaj] Dan jika hal itu dilakukan di saat tengah membaca surat Al-fatihah maka bacaan fatihah tersebut harus diulang dari awal karena bacaan fatihahnya dinilai terputus. [Bughyatul Mustarsyidin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk senantiasa menambah ilmu setiap hari sehingga hari-hari sepanjang hidup kita menjadi berkah.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

0 komentar:

Post a Comment