ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Umar
Bin Khattab RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا
نَوَى
“Amalan itu tergantung pada niatnya. Dan
setiap orang itu hanya mendapatkan apa yang ia niatkan. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Kebanyakan
orang memandang perbuatan sementara Allah melihat apa yang ada dalam hatinya,
Yaitu niat. Hal ini ditegaskan oleh Nabi SAW dalam hadits utama “Amalan itu tergantung
pada niatnya. Dan setiap orang itu hanya mendapatkan apa yang ia niatkan. [HR
Bukhari] Dalam lanjutannya : Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang
hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi,
maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.” [HR Bukhari]
Hijrah yang merupakan perbuatan mulia namun jika apa
yang ada dalam hatinya bukan karena Allah maka perbuatannya hanya akan
menghasilkan tujuannya saja, sementara di sisi Allah ia tidak mendapatkan
apa-apa. Ada diantara mereka yang hijrahnya karena urusan wanita. Dijelaskan
oleh Ibnu Mas’ud RA :
كَانَ فِيْنَا رَجُلٌ خَطَبَ اِمْرَأَةً
يُقَالُ لَهَا : أُمُّ قَيْسٍ ، فَأَبَتْ أَنْ تَزَوَّجَهُ حَتَّى يُهَاجِرَ
فَهَاجَرَ فَتَزَوَّجَهَا فَكُنَّا نُسَمِّيْهِ مُهَاجِرَ أُمِّ قَيْسٍ
Diantara kami terdapat seorang lelaki yang meminang
seorang wanita yang bernama ummu qays. Namun Wanita itu menolak dinikahi hingga
sang lelaki ikut hijrah ke madinah maka sang lelaki itupun berhijrah sehingga
kami menjulukinya dengan “Muhajir Ummu Qays” (lelaki yang berhijrah karena ummu
Qays). [Ma’rifatus Shahabah]
Begitupula saat jihad, niat begitu penting.
Abu Musa Al Asy'ari RA meriwayatkan bahwa ada seorang Arab Badui bertanya
kepada Nabi SAW: " Ada orang yang berperang karena untuk mendapatkan harta
ghanimah, ada juga orang yang berperang agar menjadi terkenal, ada juga orang yang ikut berperang supaya dilihat
kedudukannya (yang tinggi), manakah diantara mereka yang disebut fii
sabilillah?". Maka Beliau bersabda:
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ
هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
"Siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat
Allah dialah yang disebut fii sabilillah". [HR Bukhari]
Dari pentingnya niat, maka ada orang yang
ia mendapatkan pahala dari amalan yang tidak dilakukannya. Bagaimana bisa? Dalam
Hadits Qudsy diriwayatkan :
فَمَنْ
هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً
Barangsiapa yang
berniat untuk mengerjakan amal kebaikan namun tidak bisa melaksakannya, maka
Allah akan catat baginya satu kebaikan yang sempurna. [HR Bukhari]
Imam Ghazali
meriwayatkan : Ada seorang hamba, ia beramal dengan amalan baik lalu malaikat
membawa amalan tadi dalam catatan (suhuf) yang tertutup rapat dan dihaturkan ke
hadapan Allah SWT. Namun Allah SWT berfirman :
ألْقُوا هَذِهِ الصَّحِيْفَةَ فَإِنَّهُ
لَمْ يُرِدْ فِيْهَا وَجْهِي
“Buang saja catatan ini karena orangnya tidak
menghendaki balasan dariku”.
Lalu Allah memanggil malaikat : Catatlah amalan ini
dan itu untuk si fulan dan catatlah amalan ini dan itu untuk si fulan. Malaikat
berkata : Wahai tuhanku, ia tidak melakukan apapun dari amalan tersebut. Maka
Allah SWT menjawab : Sesungguhnya ia telah meniatkannya. [Ihya Ulumiddin]
Ada orang yang mendapat pahala jihad padahal mereka
duduk-duduk di rumah dan tidak ikut berperang. Diriwayatkan dari Anas bin Malik
RA, bahwasannya ketika pulang dari perang Tabuk dan sudah berada dekat dengan
kota madinah maka Beliau bersabda :
إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا
سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ
Sesungguhnya di Madinah terdapat orang-orang (yang
tidak ikut perang tabuk) yang mana kalian tidak melintasi jalan-jalan dan juga
tidak (melintasi) lembah melaikan mereka bersama-sama kalian,
Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, mereka di
madinah?” . Rasul SAW menjawab : “mereka di madinah”. Mereka tidak ikut
berperang karena terhalang oleh udzur. [HR Bukhari]
Begitu pula ada orang yang mendapat pahala
sedekah meskipun ia tidak memiliki harta untuk disedekahkan. Rasul SAW bersabda
: Terdapat empat macam cara manusia dalam memperlakukan harta dunia. (Pertama),
seorang hamba yang dikaruniai Allah harta dan ilmu, dan dengan ilmu itu ia
bertakwa kepada Allah dan dengan harta itu ia dapat menggunakannya untuk
menyambung tali silaturrahim. Dan ia tahu kewajibannya kepada Allah atas harta
yang dimilikinya, dan inilah tingkatan “afdhalul Manazil” (yang paling baik).
“(Kedua), seorang hamba yang diberi Allah ilmu tapi
tidak diberi harta, namun ia memiliki niat yang tulus sambil berkata:
لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ
فُلَانٍ
“andai saja aku memiliki harta, niscaya aku akan melakukan
amalan seperti si Fulan (orang pertama)”.
Maka dengan niatnya tadi, ia mendapatkan pahala yang
sama dengan orang pertama.
“(Ketiga), seorang hamba yang diberikan harta namun
Allah tidak memberikannya ilmu. Ia menghabiskan hartanya tanpa ilmu, ia tidak
takut kepada Allah, tidak menyambung tali
silaturrahim dan dia tidak mengetahui kewajibannya kepada Allah atas
hartanya. Dan inilah “Akhbatsil Manazil” (tingkatan terburuk).”
“(Keempat), seorang hamba yang tidak diberikan Allah
harta maupun ilmu dan ia berkata: “andai aku memiliki harta maka aku akan
melakukan apa yang dilakukan oleh Fulan (orang yang ketiga)”.
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Maka dengan niatnya tadi, ia mendapat dosa yang sama
dengan orang yang ketiga”. [HR Tirmidzi]
Wallahu A’lam Semoga
Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meniatkan setiap amalan karena
Allah SWT semata dan meniatkan setiap amalan yang akan dikerjakan sehingga
dalam kondisi apapun kita menuai pahalanya.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau
Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz
Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah
ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]