ONE
DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
bahwa Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA berkata bahwa diantara sifat Rasul SAW
yang disebutkan dalam kitab taurat adalah :
لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ
بِالْأَسْوَاقِ
Nabi
SAW bukanlah orang yang berperangai buruk, juga bukan berwatak keras dan bukan
orang yang suka teriak-teriak di pasar." [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Orang
Arab dahulu bangga dengan suara yang keras. Siapa yang lebih keras suaranya
itulah yang lebih mulia. Al-Qurtubi berkata :
فَمَنْ كَانَ مِنْهُمْ أَشَدَّ صَوْتاً كاَنَ
أَعَزَّ، وَمَنْ كَانَ أَخْفَضَ صَوْتاً كَانَ أَذَلّ
Siapa
yang suaranya lebih keras maka ia lebih mulia dan sebaliknya siapa yang
suaranya lebih pelan maka ia lebih hina. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]
Rasul
SAW tidaklah demikian. Dalam hadits utama di atas disebutkan bahwa beliau itu bukan
orang yang suka teriak-teriak (di pasar). Menurut Mulla Aly Al-Qari maksudnya
adalah Rasul bukanlah orang yang suka berkata-kata dengan suara keras di tempat
manapun termasuk di pasar, adapun lafadz “di pasar” itu untuk mengecualikan keberadaan
beliau yang berkata-kata dengan suara keras saat membaca Al-Quran (ketika
menjadi imam sholat) atau ketika khutbah di masjid. [Mirqatul Mafatih]
Tidak
hanya orang arab, terkadang kita juga mengira demikian. Dalam satu perdebatan
maka suara yang lebih keras menunjukkan yang lebih berkuasa. Dalam ajaran
Islam, kebiasaan seperti ini merupakan perilaku yang tak terpuji. Luqman
Al-Hakim menasehati anaknya yang diabadikan dalam Al Qur’an :
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ
الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“dan
lirihkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [QS
Luqman: 19].
Maksudnya
orang yang mengeraskan suaranya diserupakan seperti keledai karena keledai itu
suaranya keras dan melengking. Dan Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut
sangat tercela. Hal ini berlaku umum, maksudnya di depan siapa saja maka
akhlaknya adalah tidak mengeraskan suara, apalagi depan orang mulia seperti
Nabi SAW.
Ibn
Abu Mulaikah berkata, "Hampir saja dua orang pilihan, Abu Bakar dan Umar,
binasa tatkala utusan Bani Tamim menemui Nabi SAW, salah satu diantara dua
sahabat pilihan itu menunjuk Aqra' bin Habis At Tamimi Al Hanzhali, saudara
Bani Mujasyi', sedang lainnya menunjuk lainnya. Maka Abu Bakar berkata kepada
Umar,
مَا أَرَدْتَ إِلَّا خِلَافِي
'Kamu
inginnya menyelisihiku saja!"
Umar
mengelak seraya mengatakan, "Aku sama sekali tak berniat menyelisihimu!
Suara
keduanya terus semakin gaduh di sisi Nabi SAW, sehingga turunlah ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ
كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا
تَشْعُرُونَ
Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu
bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadarinya. [QS Al-Hujurat : 2]
Dan
ayat selanjutnya, yaitu : “Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah
untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”. [QS Al-Hujurat : 3]
Ibnu
Abi Mulaikah menceritakan bahwa "pasca turunnya ayat tersebut, ketika
sahabat Umar berbicara dengan Nabi SAW maka ia berbicara seperti orang yang
sedang membicarakan satu rahasia, sampai Nabi tidak mendengarnya dan beliau
meminta mengulanginya." [HR Bukhari] Demikian pula Abu Bakar, ia berkata :
لَا أُكَلِّمُكَ إِلَّا كَأَخِي السِّرَارِ حَتَّى
أَلْقَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
Aku
tidak akan berbicara kepadamu kecuali seperti orang yang membicarakan rahasia,
sampai aku (wafat) bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla. [HR Baihaqi]
Hal
serupa terjadi pada Tsabit bin Qais. Suatu ketika ia ditemukan sedang duduk di
rumahnya sambil menundukkan kepalanya. Ia khawatir seluruh amalnya terhapus
karena
ia pernah bersuara keras melebihi suara Nabi SAW dan ia masuk neraka karenanya.
Mendengar kisahnya maka Nabi SAW menyuruh orang untuk menyampakan kepadanya :
اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ وَلَكِنْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
"Temuilah Tsabit dan katakan kepadanya
bahwa dia bukan termasuk penghuni neraka namun menjadi penghuni
surga". [HR Bukhari]
Dan
sekarang, seperti itu pula tatakrama seseorang jika ia sedang berbicara dengan
ulama. Al-Qurtubi berkata :
وَكَرَّهَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ رَفْعَ الصَّوْتِ
فِي مَجَالِسِ الْعُلَمَاءِ تَشْرِيْفاً لَهُمْ؛ إِذْ هُمْ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءِ
Dan sebagian
ulama memakhruhkan untuk mengeraskan suara di majlis para ulama untuk
memuliakan mereka karena ulama itu adalah pewaris para nabi. [Al-Jami’ Li
Ahkamil Qur’an]
Demikian
pula kita dilarang mengeraskan suara ketika berada di Masjid. Sering kita
jumpai di pesarean, satu kelompok jamaah adu keras dengan jamaah lain dalam
pembacaan tahlil dan dzikir. Bahkan di masjidil haram, seringkali satu jamaah
adu keras dengan rombongan jamaah lain ketika sedang membaca dzikir atau doa
thawaf ataupun sa’i dan itu sangat mengganggu jama’ah lainnya. Seakan mereka
bangga, suara kerasnya menunjukkan kemuliaan kelompok mereka. Tentu hal ini
dikecualikan syariat “Al-Ajju” (mengeraskan bacaan talbiyah). Apakah mereka
tidak pernah tahu bahwa Nabi SAW bersabda:
أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا
يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي
الْقِرَاءَةِ
“Ingatlah
bawha sesungguhnya setiap kalian sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka jangan
saling mengganggu satu sama lain, dan jangan meninggikan suara satu sama lain
dalam membaca (Al Qur’an)” [HR Abu Daud]
Sahabat
Umar RA pernah memarahi dua orang yang berasal dari luar madinah, yaitu dari
thaif. Ia berkata :
لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ الْبَلَدِ
لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Seandainya
kalian berasal dari penduduk sini (madinah) maka aku akan hukum kalian berdua,
sebab kalian telah mengeraskan suara di Masjid Rasul SAW." [HR Bukhari]
Wallahu
A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak mengeraskan suara ketika berbicara terlebih ketika
berada di hadapan para ulama ataupun di masjid.
Salam
Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Ngaji
dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu
Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz
Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah
ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]