إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, March 13, 2023

PENTINGNYA ILMU NAHWU


ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abud Darda’ RA, ketika Rasul SAW mendengar ada seseorang salah dalam membaca maka beliau bersabda :

أَرْشِدُوا أَخَاكُمْ

“Luruskanlah kesalahan (bacaan) saudara kalian” [HR Al-Hakim]

 

Catatan Alvers

 

Imam Suyuthi menjelaskan maksud dari hadits di atas bahwa terdapat seseorang sedang membaca kemudian “Fa lahana” maksudnya “akhtha’a Fil qira’ah” (dia melakukan kekeliruan dalam bacaannya) maka Rasul SAW bersabda “Fa Arsyidu Akhakum” maksudnya :

صَوِّبُوا خَطَأَهُ

“Benahilah kesalahan (bacaan) saudara kalian” [Jami’ul Ahadits]

 

Dalam bahasa Arab, salah dalam membaca harakat saja akan mempengaruhi dalam perubahan makna bahkan kesalahan yang ditimbulkan akan menjadi fatal.  Di sinilah ilmu nahwu berperan penting agar seseorang tidak salah baca dan selanjutnya tidak terjadi salah makna. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah (Tabi’in), bahwa terdapat seorang badui (Arab pedalaman) di zaman Khalifah Umar RA, ia berkata : Siapakah yang bisa membacakan kepadaku apa yang telah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu ada seseorang yang membacakan Surat Bara’ah hingga ayat ke 3 yaitu :

أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهِ

“Innallaha bari’un minal musyrikina wa rasulihi” (dengan salah di baca jer yang berakibat salah fatal) yang terjemahnya menjadi “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan dari rasul-Nya”.

 

Sontak bacaan tersebut membuat orang badui kaget, ia berkata : “Apakah Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan dari rasul-Nya. Jika demikian, maka aku juga akan berlepas diri dari rasul-Nya”. Lalu ucapan badui yang mana ia melepaskan diri dari Rasul-Nya, sampai ke telinga sang khalifah. Umar RA lalu memanggil sang badui untuk klarifikasi atas ucapan kontroversialnya itu. Sang badui berkata : Wahai Amirul mukminin, aku datang ke madinah dan aku tidak mengetahui Al-Qur’an maka aku mencari orang yang bisa membacakan Qur’an kepadaku. Lalu ada seseorang yang membacakan surat Al-Bara’ah hingga ayat : “Innallaha bari’un minal musyrikina wa rasulihi” (Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan dari rasul-Nya). Maka Umar RA berkata : Tidaklah demikian bacaannya wahai badui, akan tetapi :

أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ

Dengan dibaca “wa Rasuluhu” yang artinya “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari kaum musyrikin”

Maka badui berkata :

وَأَنَا وَاللهِ أَبْرَأُ مِمَّنْ بَرِئَ اللهُ وَرَسُولُهُ مِنْهُ

Dan demi Allah, Aku berlepas diri dari orang yang mana Allah dan rasul-Nya berlepas diri darinya.

Dengan kejadian ini maka Umar RA melarang membacakan Al-Qur’an melainkan “Alimun Bil lughah” (orang yang mengetahui ilmu bahasa Arab) dan beliau memerintahkan Abul Aswad Ad-Du’aly agar menyusun ilmu nahwu. [Kanzul Ummal]

 

 

Maka dari kejadian ini Sayyidina Umar RA memotivasi agar kaum muslimin belajar ilmu bahasa Arab, ia berkata :

تَعَلَّمُوا الْعَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ

“Pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya ia adalah bagian dari agama kalian.” [Iqtidlaus Shirath Al-Mustaqim]

 

Abu Hilal menceritakan bahwa suatu ketika sekretaris Abu Musa (Al-Asy’ry, gubernur bashrah) mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Khatthab RA dengan tulisan yang salah. Dalam surat tertulis :

مِنْ أَبُو مُوْسَى

“Min Abu Musa”

(Dari Abu Musa, yang semestinya di tulis “min Abi Musa”)

 

Maka Khalifah Umar RA mengirim surat kepada Gubernur Abu Musa yang berisi :

إِذَا أَتَاكَ كِتَابِى هَذَا فَاجْلِدْهُ سَوْطًا وَاعْزِلْهُ مِنْ عَمَلِكَ

“Jika telah sampai suratku ini maka berilah hukuman cambuk kepadanya (sang sekretaris) dan pecatlah ia”. [Kanzul Ummal]

 

Mempelajari ilmu bahasa Arab merupakan keniscayaan dalam mempelajari agama Islam. Hal ini dikarenakan Al-Quran yang menjadi sumber utama ajaran menggunakan bahasa Arab. Allah  SWT berfirman :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” [QS Yusuf : 2]

 

Al-Ashmu’I (Seorang ahli bahasa yang lahir di bashrah tahun 122 H) berkata :

أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ إِذَا لَمْ يَعْرِفِ النَّحْوَ أَنْ يَدْخُلَ فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ اَلْحَدِيْثَ

Yang paling aku takutkan dari pelajar jika ia tidak mengerti ilmu nahwu, adalah dia termasuk kategori yang di dalam hadits disebutkan “orang yang berdusta atas nama-Ku (yakni Nabi SAW maka dia akan masuk neraka)” 

 

Mengapa demikian? Karena tatkala ia menyampaikan hadits dengan salah baca maka itu artinya hadits tersebut tidak sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Nabi SAW, sehingga ia termasuk orang yang berdusta atan nama Nabi SAW. [Umdatul Qari]

 

Maka Ilmu bahasa Arab merupakan kunci pembuka semua ilmu (agama Islam) hingga Ibnul Imad Al-Hanbaly menukil bahwa Imam Asy-Syafi’i berkata :

مَنْ تبَحَرَّ فِى النَّحْوِ اهْتَدَى إِلَى كُلِّ الْعُلُوْمِ

“Siapa yang menguasai ilmu nahwu niscaya ia akan mudah memahami semua ilmu.” [Syadzarat ad-Dzahab]

 

Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mempelajari segala macam ilmu yang menjadikan kita semakin paham ajaran agama Islam.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 


Wednesday, March 8, 2023

BATU SURGA

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

نَزَلَ الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ

“Hajar aswad turun dari surga dalam keadaan batu tersebut berwarna putih lebih putih daripada susu lalu ia menjadi hitam sebab dosa manusia”. [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Di dunia ini, ada satu benda yang menjadi magnet luar biasa. Semua benda secara imaginer mengelilinginya. Apa itu? Ka’bah. Ya benda kotak hitam itu dikelilingi ribuan manusia setiap harinya bahkan seandainya kita terbang ke atas dan melihat kebawah, kita akan menemukan semua kaum muslimin membentuk lingkaran -lingkaran dari kecil hingga besar. Bukankah semua ummat muslim sholat menghadap ka’bah dari segala penjuru.

 

Di ka’bah sendiri, ada satu magnet yang memiliki daya tarik luar biasa, yang menjadikan ribuan orang berebut untuk mendekat untuk menyentuhnya. Apa itu? Hajar Aswad. Ia adalah batu dari surga. Rasul SAW bersabda :

لَوْلَا مَا مَسَّهُ مِنْ أَنْجَاسِ الْجَاهِلِيَّةِ مَا مَسَّهُ ذُو عَاهَةٍ إِلَّا شُفِيَ وَمَا عَلَى الْأَرْضِ شَيْءٌ مِنَ الْجَنَّةِ غَيْرُهُ

Seandainya hajar aswad tidak disentuh oleh najisnya jahiliyah niscaya tidaklah orang sakit mengusapnya melainkan ia akan sembuh dan tidak ada barang dari surga dimuka bumi selainnya. [HR Baihaqi]

 

Hajar Aswad, Hajar artinya batu dan aswad artinya hitam. Batu hitam ini dulunya putih sebagaimana dijelaskan dalam hadits utama di atas “Hajar aswad turun dari surga dalam keadaan batu tersebut berwarna putih lebih putih daripada susu lalu ia menjadi hitam sebab dosa manusia”. [HR Tirmidzi]

 

Sebagian orang atheis menentang hadits ini, mereka berkata: bagaimana bisa batu menjadi hitam karena dosa orang musyrik namun tidak bisa diputihkan kembali dengan ketaatan dari ahli tauhid? Maka Ibnu Quthaibah menjawab : “jika saja Allah berkehendak demikian maka bisa saja akan tetapi Allah menetapkan adat bahwa warna hitam itu memberikan warna bukan terwarnai. Ini kebalikannya warna putih” [Fathul Bari]

Al-Muhibb At-Thabari memiliki jawaban lain : “Keberadaan hajar aswad yang tetap berwarna hitam itu memberikan pelajaran Yaitu:

إِنَّ الْخَطَايَا إِذَا أَثْرَتْ فِي الْحَجَرِ الصَّلْدِ فَتَأْثِيْرُهَا فِي الْقَلْبِ أَشَدُّ

“Kesalahan itu bisa berefek pada batu yang keras maka tentunya kesalahan akan lebih besar efenya pada hati.” [Fathul Bari]

 

Magnet hajar aswad begitu kuat sehingga banyak orang berdesak-desakan untuk menciumnya sehingga mereka lupa bahwa hal yang demikian bisa menyakiti orang lain. Rasul SAW berpesan kepada Umar RA. Beliau bersabda :

يَا عُمَرُ، إِنَّكَ رَجُلٌ قَوِيٌّ، لَا تُزَاحِمْ عَلَى الْحَجَرِ فَتُؤْذِيَ الضَّعِيفَ، إِنْ وَجَدْتَ خَلْوَةً فَاسْتَلِمْهُ، وَإِلَّا فَاسْتَقْبِلْهُ فَهَلِّلْ وَكَبِّرْ

Wahai umar, Engkau berbadan kuat maka jangan engkau berdesakan untuk mencium hajar aswad sehingga engkau menyakiti orang lain. Jika sepi maka ciumlah hajar aswad namun jika tidak maka menghadaplah kepadanya bacalah “bismillah Allahu Akbar” [HR Ahmad]

 

Meskipun hajar aswad adalah batu yang berasal dari surga, namun motivasi menciumnya bukan karena hal itu. Diriwayatkan dari ‘Abis bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar bin Al-Khatthab RA mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata :

إِنِّي لَأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَنْفَعُ وَلَا تَضُرُّ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ

“Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tak memberi manfaat ataupun bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW, maka tentu aku tidak akan menciummu.” [HR Ahmad]

 

Di samping dengan perbuatan, Nabi SAW memberikan motivasi dengan ucapan. Beliau bersabda :

وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ يَشْهَدُ عَلَى مَنْ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ

“Demi Allah, Allah akan membangkitkan hajar aswad pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan ia akan bersaksi bagi siapa yang mengusapnya dengan benar.” [HR Turmudzi]

 

Disunnahkan untuk mengusap hajar aswad, menciumnya dan meletakkan dahi di atasnya. Jika tidak memungkinkan karena berdesakan maka dianjurkan mengusap saja, jika tidak bisa maka berisyarah dengan tangan atau dengan sesuatu yang ada di tangan kemudian menciumnya sambil membaca :

بِسْمِ اللهِ واللهُ أْكْبَرُ اللهُمَّ إيمَاناً بِكَ وَتَصْدِيقاً بِكَتابِكَ ووفاءً بعهدِك واتباعاً لسنةِ نَبِيك مُحَمدٍ - صلى الله عليه وسلم

Dengan nama Allah, Allah maha besar, aku beriman kepada-Mu dan membenarkan kitab-Mu, memenuhi janji-Mu dan mengikuti sunnah nabi-Mu Muhammad SAW. [Al-Idlah]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita agar tidak berbuat sesuatu melainkan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh].

Tuesday, March 7, 2023

DAHSYATNYA THAWAF

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ أُسْبُوعًا فَأَحْصَاهُ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ

“Barang siapa yang thowaf di ka’bah ini sebanyak 7 putaran lalu ia menyempurnakannya maka seperti (pahala) memerdekakan seorang budak.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Berbeda dengan sa’i, thawaf merupakan rukun umrah yang bisa dilakukan secara mandiri di luar ibadah umrah. Imam Nawawi berkata : Disunnahkan melakukan ibadah sunnah berupa thawaf bagi setiap orang baik orang yang sedang berhaji atau lainnya. Siang maupun malam. [Al-Idlah]

 

Pahala Thawaf sangatlah besar, sebagaimana dikemukakan pada hadits utama di atas yaitu berpahala seperti memerdekakan seorang budak. Dalam hadits lain diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasul SAW bersabda :

مَا رَفَعَ رَجُلٌ قَدَمًا وَلَا وَضَعَهَا إِلَّا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَحُطَّ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

“Tidaklah seseorang (ketika thawaf) mengangkat kakinya dan tidak pula menginjakan kakinya kecuali dicatat baginya 10 kebaikan, digugurkan atasnya 10 keburukan, dan diangkat baginya 10 derajat” [HR Ahmad]

 

Untuk thawaf, seseorang disunnahkan untuk melakukan idlthiba’. Apa itu? Memposisikan bagian tengah dari selendang (kain ihram)nya berada dibawah ketiak dari bahu kanannya sementara kedua ujung selendangnya ditaruh di atas bahu kirinya sehingga bahu kanannya terbuka. Kata idltiba’ sendiri diambil dari kata adlud yang berarti lengan atas. [Al-Idlah]

 

Begitu pula disunnahkan untuk “Ar-Ramal” pada tiga putaran pertama, yaitu

الإِسْرَاعُ في المشْي مع تَقَارُبِ الْخُطَا دُونَ الوُثُوبِ والْعَدْوِ

“mempercepat jalan disertai memendekkan langkah kaki tanpa melompat dan berlari” [Al-Idlah]

 

Mengapa demikian? Suatu ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat datang ke Mekah dalam kondisi lemah karena “Humma Yatsrib” (demam kota Madinah) maka kaum musyrikin berkata, “Sesungguhnya telah datang kepada kalian besok suatu kaum yang telah dilemahkan oleh demam, dan mereka telah kesulitan menghadapi demam tersebut”. Maka kaum musyrikin duduk di daerah sisi yang ada al-Hijr (isma’il). Lalu Nabi SAW memerintahkan para sahabat untuk melakukan ar-Ramal (berlari kecil) sebanyak tiga putaran, dan mereka berjalan (biasa) di antara rukun yamani dan hajar aswad, dengan tujuan :

لِيَرَى الْمُشْرِكُونَ جَلَدَهُمْ

"agar kaum musyrikin melihat kekuatan mereka".

Maka kaum musyrikin berkata, “Mereka yang kalian sangka telah dilemahkan oleh demam, ternyata mereka lebih kuat daripada ini dan itu”. [HR Bukhari]

 

Kalau demikian, buat apa ar-Ramal dan idltiba’ (membuka bahu kanan) sekarang ini, padahal Allah telah menjadikan Islam kokoh dan mengusir kekufuran dan pelakunya?” Pertanyaan ini dijawab oleh Umar bin Khattab RA :

لَا نَدَعُ شَيْئًا كُنَّا نَفْعَلُهُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Kami tidak akan meninggalkan sesuatupun yang kami lakukan di masa Rasulullah SAW “ [HR Ahmad]

 

Thawaf itu seperti shalat. Rasul SAW bersabda :

الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلَا يَتَكَلَّمَنَّ إِلَّا بِخَيْرٍ

“Thowaf seputar ka’bah itu seperti sholat, hanya saja kalian (boleh) berbicara tatkala thowaf. Maka barangsiapa yang berbicara ketika thowaf maka janganlah ia berbicara kecuali tentang kebaikan” [HR Tirmidzi]

 

Dengan demikian, ketika thawaf diharuskan menutup aurat dan menjaga kesucian dari najis dan hadats. Lantas bagaimana jika tersentuh oleh lain jenis secara tidak sengaja dan ini sulit dihindari? Maka kita boleh memilih pendapat yang mengatakan tidak batal ketika tersentuh. Imam Nawawi berkata :

فَإِنْ لَمَسَ أَحَدُهُمَا بَشَرَةَ الآخَرِ بِبَشَرَتِهِ اِنْتَقَضَ طُهُوْرُ اللَّامِسِ وَفِي الْمَلْمُوسِ قَوْلاَنِ لِلشَّافِعِي رحمه الله تعالى

Jika seseorang menyentuh kulit wanita lain maka yang batal adalah wudlunya orang yang menyentuh. Adapun yang tersentuh maka terdapat 2 pendapat dari Imam Syafi’I RA. (antara 1, batal dan 2, tidak batal) [Al-Idlah]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita melakukan setiap ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh].

UMRAH SEBELUM HAJI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ikrimah bin khalid, Ibnu Umar RA, berkata :

اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ

Rasul SAW melakukan umrah sebelum beliau melaksanakan haji. [HR Abu Dawud]

 

Catatan Alvers

 

Seringkali ada pertanyaan “Bagaimana hukumnya melakukan umrah padahal belum berhaji?”. Pertanyaan ini berawal dari kisah calon jamaah umrah yang sering kali dibully tetangganya yang mengatakan bahwa hukum haji adalah wajib sedangkan umrah adalah sunnah maka sudah semestinya mendahulukan yang wajib  yakni haji sebelum melakukan yang sunnah yakni umrah.

 

Statemen demikian kiranya perlu diluruskan bahwasannya umrah itu hukumnya wajib bagi orang yang mampu melaksanaannya sekali seumur hidup. Umrah yang dilakukan setelahnya menjadi umrah sunnah kecuali jika umrahnya karena nadzar maka hukumnya juga wajib. Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya menulis judul :

بَاب وُجُوبِ الْعُمْرَةِ وَفَضْلِهَا

“Bab Wajibnya Umrah dan keutamaannya”.

 

Lalu beliau meriwayatkan bahwa Ibnu umar RA berkata : “tiada seorangpun melainkan ia berkewajiban melakukan haji dan umrah”. Dan Ibnu Abbas RA berkata : Umrah itu disebutkan bersamaan dengan haji dalam kitab Allah, yaitu QS Al-Baqarah : 196 yang berbunyi :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

“Sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah”. [Shahih Bukhari].

 

Umrah itu artinya ziarah atau berkunjung sehingga umrah didefinisikan sebagai ritual berkunjung ke Baitullah dengan cara tertentu untuk mencari keridhaan Allah SWT. Umrah secara bahasa juga disebut dengan haji. Maka dari itu doa thawaf putaran ke empat yang berbunyi :

اللهم اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا....

“Ya Allah, jadikahlah haji (-ku sebagai haji) mabrur dan sa’i yang diterima”

Tetap dibaca hajjan mabrura, meskipun untuk thawaf umrah. Bahkan Ibnu Hajar Al-Haytami : menurut Imam as-shaydalani umrah secara syariat juga disebut haji karena adanya hadits : “Umrah adalah haji ashghar (kecil)” [Syarh Al-Idlah]

 

Kembali ke pertanyaan di atas, “bolehkah seseorang pergi berumrah padahal ia belum melakukan haji?” Jawabnya : Boleh, bahkan ini adalah kepakatan ulama' dan tiada khilaf. Sebab Rasul SAW sendiri melakukan hal yang demikian. Imam Malik meriwayatkan bahwa terdapat seseorang yang bertanya kepada Sa’id ibn musayyab :

أَعْتَمِرُ قَبْلَ أَنْ أَحُجَّ

“Bolehkah aku melaksanakan umrah sebelum haji?”.

Sa’id menjawab:

نَعَمْ قَدْ اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ

Ya Boleh, Rasulullah berumrah terlebih dahulu sebelum beliau ber-haji. [al-Muwattha]

 

Secara terperinci, Anas bin Malik RA berkata : Rasul SAW melaksanakan umrah sebanyak empat kali dan semuanya pada bulan Dzul Qa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji. (1) Umrah dari (miqat) hudaibiyah (6 H), (2) umrah pada tahun berikutnya juga  pada bulan Dzul Qa’dah (7 H, disebut pula dengan Umratul Qadla’), (3) Umrah dari (miqat) Ji’ranah ketika beliau membagi-bagikan harta ghanimah perang Hunain juga  pada bulan Dzul Qa’dah(8 H, Pasca Fathu Makkah), (4) dan Umrah yang dilakukan ketika beliau berhaji (10 H). [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita agar meniatkan umrah atau haji kita hanya karena Allah semata.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh].