ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA, Nabi SAW
bersabda :
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ
مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin (Suami) benci kepada seorang wanita
mukminah (istrinya), jika ia membenci satu sikap (akhlak) istrinya maka ia akan
ridla dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain” [HR Muslim]
Catatan Alvers
Rumah tangga yang bahagia merupakan idaman
setiap orang yang berumah tangga, baik suami maupun istri. Namun dalam
prakteknya tidak ada satu Rumah tangga melainkan pasti ada permasalahan di
dalamnya. Suami istri yang hidup berumah tangga itu layaknya bahtera yang sedang
mengarungi samudera dan sebagaimana kita ketahui bahtera itu pastilah satu
ketika diterjang ombak, kecil ataupun besar.
Memang sebuah bahtera lebih aman berada di
atas daratan namun tidaklah untuk itu ia diciptakan. Bahtera diciptakan untuk mengarungi
lautan dan siap menghadapi ombak, kecil maupun besar. Maka Rumah tangga yang samara
(sakinah mawaddah warahmah) bukanlah rumah tangga yang nihil masalah. Namun Rumah
tangga yang samara itu ketika diterpa masalah maka setiap mereka bisa mencari
solusi terbaik sehingga masalahnya bisa teratasi dengan baik.
Masalah juga pernah menimpa keluarga Nabi SAW
dan Aisyah. Dalam hadits shahih diriwayatkan dari Anas RA, ia berkata; Suatu
ketika Nabi SAW berada di rumah isterinya (Dalam riwayat An-nasa’i disebutkan Rumah
Aisyah). Lalu salah seorang “Ummahatul Mukminin” (Julukan untuk para istri
Nabi. Dalam riwayat An-nasa’i disebutkan bahwa yang dimaksud adalah Ummu salamah)
mengirimkan hidangan berisi makanan. Maka isteri Nabi (Aisyah) yang beliau saat
itu sedang berada dirumahnya memukul piring yang berisi makanan (dalam riwayat
An-nasa’i disebutkan menggunakan batu), maka beliau pun segera mengumpulkan
makanan yang tercecer ke dalam piring, lalu beliau bersabda:
غَارَتْ أُمُّكُمْ
"Ibu kalian rupanya sedang cemburu."
Kemudian beliau menahan sang Khadim
(pembantu) hingga didatangkan piring yang berasal dari rumah isteri (Aisyah) yang
beliau pergunakan untuk bermukim. Lalu beliau menyerahkan piring yang bagus
kepada isteri yang piringnya pecah (Ummu Salamah), dan menahan piring yang
pecah di rumah isteri yang telah memecahkannya(Aisyah). [HR Bukhari]
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda :
طَعَامٌ بِطَعَامٍ وَإِنَاءٌ
بِإِنَاءٍ
Makanan harus diganti dengan makanan dan bejana
(piring) diganti dengan bejana). [HR Tirmidzi]
Rasulullah SAW pernah berkata kepadaku
(Aisyah), "Sungguh aku mengetahui bila engkau sedang ridla kepadaku dan
ketika engkau marah kepadaku." Aisyah lalu bertanya, "Dari mana
engkau mengetahui hal itu?" Maka beliau menjawab, "Jika engkau sedang
ridla kepadaku maka engkau berkata, 'Tidak, demi Rabb Muhammad!' Namun bila
engkau sedang marah kepadaku, maka engkau akan berkata, 'Tidak, demi Rabb
Ibrahim!'" Aku (Aisyah) berkata,
أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَا أَهْجُرُ إِلَّا اسْمَكَ
"Benar, demi Allah, wahai Rasulullah! Aku tidak meninggalkan
kecuali namamu. [HR Bukhari]
Begitu pula masalah juga menghampiri rumah
tangga sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah yang merupakan rumah tangga ideal
sehingga cinta kasih keduanya dijadikan doa yang biasa dibaca oleh pemuka
masyarakat di dalam acara pernikahan yaitu :
اللهم أَلِّفْ
بَيْنَهُمَا كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ سَيِّدِنَا عَلِيٍّ وَسَيِّدَتِنَا فاَطِمَةَ
الزَّهْرَاءِ
Ya Allah limpahkanlah cinta kasih di antara
kedua mempelai sebagaimana engkau limpahkan cinta kasih itu antara sayyidina
Ali dan Sayyidatina Fatimah Az-zahra.
Terekam dalam hadits yang shahih diriwayatkan
oleh Sahl bin Sa’d RA bahwa suatu ketika Rasulullah SAW datang ke rumah
Fatimah namun ‘Ali tidak ada di rumah. Beliau lalu bertanya: “Kemana putera
pamanmu (Yakni Sayyidina Ali RA)?” Fatimah menjawab,
كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ
شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي
“Antara aku dan dia telah terjadi sesuatu (masalah)
hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang di sisiku.”
Maka Rasulullah SAW berkata kepada seseorang:
“Carilah, dimana dia!” Kemudian orang itu kembali dan berkata, “Wahai
Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur.” Maka Rasulullah SAW mendatanginya,
ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya
hingga ia tekena debu. Maka Rasulullah SAW membersihkannya seraya berkata:
“Wahai Abu Thurab (orang yang berdebu), bangunlah. Wahai Abu Thurab, bangunlah”
[HR Muslim]
Dalam kisah di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa rumah tangga ideal bukan berarti tidak ada masalah namun jika ada masalah
maka masing-masing mencari solusinya dengan tetap tenang, kepala dingin dan
sabar sebagaimana ditunjukkan oleh Rasul SAW. Ingatlah sabda beliau dalam
hadits utama di atas “jika suami membenci satu sikap (akhlak) istrinya maka ia
akan ridla dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain” [HR Muslim]
Mertua juga boleh membantu menyelesaikan masalah,
bukan berarti ia ikut campur dalam rumah tangga. Mertua menginginkan kebaikan
dalam rumah tangga anaknya sehingga ia membantu menyelesaikan masalah dengan penuh
cinta dan kebijaksanaan sebagaimana dilakukan Nabi kepada Sayyidina Ali KW. Terlebih
lagi jika masalah keluarga tidak kunjung usai bahkan dikhawatirkan akan memicu masalah
yang lebih besar. Allah SWT berfirman :
وَإِنْ خِفْتُمْ
شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ
يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
Dan jika kalian khawatirkan ada perpecahan antara
keduanya (suami istri), maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga suami
dan seorang hakam dari keluarga istri. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberi taufik (petunjuk) kepada
suami-isteri itu... [QS Al-Nisa’: 35]
Maka keberkahan senantiasa dibutuhkan dalam
rumah tangga baik dalam kondisi suka karena tidak memiliki masalah maupun dalam
kondisi duka karena sedang tertimpa masalah. Saya tertarik dengan terjemah populer
yang sering disampaikan oleh para kyai dari doa nikah Nabi yang berbunyi :
بَارَكَ اَللَّهُ
لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
Semoga Allah memberikan barokah kepadamu “laka”
(dalam keadaan suka) dan “Alayka” (dalam keadaan duka) dan semoga Allah
mengumpulkan kalian berdua di dalam kebaikan.” [HR Ahmad]
As-sindy berkata : Disebut dengan “laka”
karena barokah itu bermanfaat dan disebut dengan “Alyka” karena barokah itu
turun dari (atas) langit. Disebut dengan dua kalimat tersebut dikarenakan untuk
menguatkan (taukid) dan variasi kata, mengingat doa itu semestinya dikuatkan. [Hasyiyah
As-Sindy]
Adapun kisah yang viral di medsos mengenai
Fatimah meminta maaf kepada Ali maka itu haditsnya tidak ada yang demikian. Kisah
itu berbunyi : pada suatu hari, Fatimah telah membuat Ali terusik hati dengan
kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf
berulang-ulang kali. Melihat air muka suaminya tidak juga berubah, maka Fatimah
berlari-lari seperti anak kecil mengelilingi Ali. Tujuh kali Fatimah
mengelilingi Ali sambil merayu-rayu mohon untuk dimaafkan. Melihat tingkah laku
Fatimah itu, tersenyumlah Ali dan lantas memaafkan istrinya itu. Kemudian
perkara ini sampai ke telinga Rasulullah SAW dan beliaupun memberi nasihat
kepada putrinya: “Wahai Fatimah, kalaulah di kala itu engkau meninggal
sedangkan suamimu Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menshalatkan
jenazahmu.” [Kisah ini dimuat di banyak situs diantaranya : Umma id, Islampos com]
Syeikh Abdurrahman As-Suhaym berkata : kisah ini boleh jadi penyimpangan dari
kaum Syi’ah rafidhah. [Fnoor com] Jadi kisah ini meskipun menarik dan seakan-akan
senada dengan hadits utama dia atas namun tidaklah ada hadits yang demikian
(palsu). Dan didalam share yang viral memang tidak disebutkan sumber haditsnya.
Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak menyelesaikan
masalah rumah tangga dengan sabar, kepala dingin dan penuh kesadaran bahwa jika
kita tidak suka dengan satu sikap istri maka masih banyak sikap lain yang kita
sukai.
Salam
Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR
2 Malang Jatim
Ngaji
dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo
Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu
Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]