إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, September 11, 2023

UMRAH MABRUR

ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

"Dari Umrah satu ke umrah berikutnya adalah menjadi pelebur dosa di antara keduanya, sedang haji mabrur itu tidak ada balasan bagi yang melakukannya itu melainkan surga." [HR Bukhari]

 

Catatan alvers

 

Setiap orang yang berhaji menginginkan hajinya mabrur dengan motivasi hadits utama di atas yaitu mendapatkan balasan berupa surga. Dalam hadits lain dinyatakan bahwa orang yang hajinya mabrur ia akan kembali suci dari dosa seperti ia baru dilahirkan. Rasul SAW bersabda :

منْ حَجَّ فَلَم يُرْفُتْ وَلَم يَفْسُقُ رَجَعَ كَيَومِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

"Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berbuat kelalaian dan tidak pula mengerjakan dosa yakni kemaksiatan besar atau yang kecil tetapi berulang kali, maka ia akan kembali dari ibadah hajinya itu sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya yakni tidak ada dosa dalam dirinya sama sekali." [HR Bukhari]

 

Haji mabrur juga merupakan amalan terbaik setelah jihad. Rasulullah SAW ketika ditanya, "Amalan manakah yang lebih utama?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah dan RasulNya." Lalu beliau ditanya lagi, "Kemudian apakah?" Beliau menjawab: "Jihad fi-sabilillah." Masih ditanya lagi, "Kemudian apakah?" Maka Beliau menjawab: "Haji yang mabrur." [HR Bukhari] Bahkan dalam hadits lain, haji mabrur dinilai sebagai jihad terbaik untuk wanita. Sayyidah Aisyah RA bertanya : "Ya Rasulullah, kita mengetahui bahwa jihad adalah seutama-utama amalan. Lanta apakah kita (kaum wanita) boleh mengikuti jihad?" Beliau lalu menjawab, "Bagi kalian semua kaum wanita, maka sebaik-baiknya jihad ialah haji yang mabrur." [HR Bukhari]

 

Kita sering mendengar Haji Mabrur? Apa maksudnya? Syeikh Sulaiman Al-Baji berkata :

اَلْمَبْرُورُ عَلِى مِثَالِ مَفْعُوْلٍ مِنَ الْبِرِّ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ أَنَّ صَاحِبَهُ أَوْقَعَهُ عَلَى وَجْهِ الْبِرِّ

Kata “Mabrur” itu mengikuti wazan “Maf’ulun” tercetak dari kata “birrun” (yang artinya baik) sehingga haji mabrur berarti orang yang berhaji melakukan hajinya dengan cara yang baik. [Al-Muntaqa]

 

Imam Nawawi berkata : Pendapat yang paling masyhur bahwa pengertian haji mabrur adalah :

هو اَلَّذِي لَا يُخَالِطُهُ إِثْمٌ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْبِرِّ وَهُوَ الطَّاعَةُ

haji yang tidak dinodai dengan dosa (maksiat). Kata mabrur sendiri tercetak dari kata “birrun” yang artinya ketaatan. [Tanwirul Hawalik]

 

Imam Nawawi dalam sumber yang lain juga berkata :

يَنْبَغِي أنْ يَكُونَ بَعْدَ رُجُوعِهِ خَيْراً مِمَّا كَانَ فَهَذا مِنْ عَلاَمَاتِ قبولِ الْحَج وأنْ يَكُونَ خَيْرُهُ آخِذاً في ازْديادِ

Sebaiknya setelah kepulangan dari haji (umroh), jamaah menjadi lebih baik dari (perilaku) sebelumnya karena ini adalah sebagian dari tanda-tanda diterimanya ibadah haji (umroh) dan kebaikannya terus bertambah [Al-idlah]

 

Ada juga pendapat yang mengatakan “Haji mabrur itu artinya adalah” :

هُوَ الْمَقْبُولُ وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ اَنَّهُ يَرْجِعُ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِدُ الْمَعَاصِيَ

Haji yang “maqbul” (yang diterima). Dan tanda haji mabrur adalah seorang yang berhaji, sepulang dari hajinya ia mejadi lebih baik dari sebelumnya dan ia tidak mengulangi lagi kebiasaannya dalam bermaksiat. [Tanwirul Hawalik]

 

Namun ada perbuatan khusus spesifik yang disampaikan Nabi SAW terkait tanda haji mabrur. Dalam riwayat lain dari hadits utama di atas, ketika Nabi SAW menyampaikan mengenai haji mabrur maka ada sahabat yang bertanya : "Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?" Lalu Rasul SAW menjawab:

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ

"Memberikan makan dan ucapan yang baik." [HR Baihaqi]

 

Dengan pertanyaan yang sama, dalam riwayat lain Nabi SAW menjawab :

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

"Memberikan makan dan menyebarkan salam." [HR Ahmad]

 

Dan ada syarat yang utama yang tak boleh terlupakan untuk mencapai haji mabrur yaitu harta yang dipergunakan untuk haji berasal dari harta yang halal. Rasul SAW bersabda: “Jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang baik lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik” (Aku memenuhi panggilan-Mu), maka dijawab oleh penyeru dari arah langit :

لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ زَادُكَ حَلالٌ وَرَاحِلَتُكَ حَلالٌ وَحَجُّكُ مَبْرُورٌ غَيْرُ مَأْزُورٍ

“Selamat datang, bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah halal, kendaraanmu juga halal dan hajimu mabrur tidak tercela”. 

 

Dan jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang haram lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik” (Aku memenuhi panggilan-Mu), maka dijawab oleh penyeru dari arah langit:

لَا لَبَّيْكَ وَلَا سَعْدَيْكَ زَادُكَ حَرَامٌ وَنَفَقَتُكَ حَرَامٌ وَحَجُّكَ غَيْرُ مَبْرُورٍ

Aku tidak sudi menerima kedatanganmu. Bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah haram, biaya yang engkau belanjakan juga haram dan hajimu pun tidak mabrur”. [HR Thabrani]

 

Baik, uraian itu semua mengenai haji mabrur lantas bagaimana dengan umrah mabrur? Apakah umrah yang diterima juga diistilahkan dengan “mabrur” seperti dalam haji?. Menjawab hal ini, pertama perlu diketahui bahwa haji mabrur itu juga bermakna umrah  mabrur sebab umrah secara bahasa juga disebut dengan istilah haji. Hal ini terbukti dengan dibacanya doa thawaf putaran ke empat yang berbunyi :

اللهم اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا....

“Ya Allah, jadikahlah haji (-ku sebagai haji) mabrur dan sa’i yang diterima”

 

Dalam buku tuntunan manasik umrah teks di atas tetap dibaca “hajjan mabrura”, meskipun thawaf yang dilaksanakan berupa umrah. Ini menguatkan keberadaan umrah yang juga disebut haji. Ya memang demikian, menurut as-shaydalani bahwa umrah secara syariat juga disebut haji karena adanya hadits yang berbunyi :

اَلْعُمْرَةُ هِيَ الْحَجُّ الْأَصْغَرُ

“Umrah itu adalah haji kecil” [Hasyiyah Syarhil Idlah]

 

Kedua, istilah “umrah mabrur(ah)” juga terdapat di dalam hadits. Sebagaimana Rasul SAW bersabda :   

ثُمَّ عَمَلَانِ هُمَا مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ بِمِثْلِهِمَا حَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ أَوْ عُمْرَةٌ مَبْرُورَةٌ

Ada dua amal ibadah yang terbaik, (tidak ada yang lebih baik) melainkan orang yang mengerjakan seperti kedua hal tersebut, yaitu haji mabrur atau umrah mabrurah.” [HR Baihaqi]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk melakukan ibadah haji dan umrah tidak hanya sebagai ritual ceremonial belaka namun ibadah haji dan umrah sebagai haji dan umrah yang mabrur.

Saturday, September 9, 2023

FILOSOFI SA’I

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Habibah Binti Abi Tajrah, Rasul SAW bersabda :

اسْعَوْا فَإِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمْ السَّعْيَ

Lakukanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian. [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Di antara rukun haji dan umrah adalah sai. Rukun berarti tidak boleh ditinggalkan karena jika ditinggalkan makan akan menjadikan haji atau umrahnya batal alias tidak sah. Hal Ini menegaskan betapa pentingnya ritual sa’i ini. Secara bahasa, sa’i berarti berjalan atau berlari kecil. Dan secara istilah, Sa’i adalah berjalan atau berlari kecil antara bukit shafa dan marwa sebanyak tujuh kali dalam rangka menunaikan ibadah haji atau umrah.

 

Dahulu para sahabat bertanya : (Dari mana kita memulai sa’i) apakah dari shafa ataukah dari marwah? Maka Rasul SAW menjawab :

إِبْدَأُوا بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ

Mulailah dengan apa yang dibuat permulaan oleh Allah SWT. [i’anatut Thalibin]

 

Maksudnya adalah mulailah perjalanan sa’i itu dari shafa ke marwah, karena Allah mendahulukan kata Shafa baru marwa dalam firman-Nya :

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-Baqarah: 158].

 

Ayat ini kemudian dibaca oleh orang yang bersa’i ketika Mendekati Bukit Marwah ataupun marwah. Terdapat kisah menarik mengenai QS Al-Baqarah: 158 tersebut dimana Urwah bin zubair salah paham. Ia berkata kepada bibinya bahwa tidak apa-apa seseorang meninggalkan sai. Mendengar hal ini Aisyah berkata : Sungguh jelek apa yang negkau katakan, seandainya benar demikian niscaya difirmankan :

فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ - لَا - يَطَّوَّفَ بِهِمَا

“Maka tidak berdosa seseorang tidak melakukan sa’i diantara shafa dan marwa”.

 

Ia pun akhirnya meluruskannya dengan menjelaskan asbabun nuzulnya. Bahwa dahulu orang jahiliyah mereka mondar-mandir mendatangi 2 berhala, yang satu bernama isafa yang berada di bukit shafa dan yang kedua bernama na-ila yang berada di bukit marwah. Ketika mereka masuk islam, mereka enggan melakukan sai karena mirip dengan apa yang mereka lakukan terdahulu maka Allah menurunkan ayat yang menyatakan tiada ada dosa baginya mengerjakan sai diantara keduanya. [At-tibyan Fi Ulumil Qur’an]

 

Shofa terletak kurang lebih 100 m dari Ka'bah. Marwah terletak sekitar 350 m dari Ka'bah. Jarak antara Shofa dan Marwah sekitar 450 meter, sehingga perjalanan tujuh kali berjumlah kurang lebih 3,15 kilometer. [wikipedia] Adapun panjang area lampu hijau adalah 100 Meter, dimana di area tersebut dianjurkan membaca :

رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاعْفُ وَتَكَرَّمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَالاَ نَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ اللهُ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ.

 

Tuhanku, ampunilah, sayangilah, maafkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui. Sesungguh Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya Engkaulah Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemurah.

 

Amalan sai ini menapak tilasi usaha Siti Hajar yang sedang mencari air untuk anaknya, yaitu Nabi Ismail. Ibnu Abbas berkata :

إِنَّ أَوَّلَ مَنْ سَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ لَأُمُّ إِسْمَاعِيْلَ

Orang pertama yang melakukan sa’i antara shafa dan marwah adalah Ummu Isma’il. [Tafsir thabari]

 

Hajar berlarian ketika itu di antara shafa dan marwah untuk mencarikan air untuk anaknya tatkala ditinggal Nabi Ibrahim di sana sendirian tidak ada orang lainnya. Ketika ia dilanda ketakutan atas kehausan anaknya dan usahanya seakan sia-sia maka ia meminta pertolongan Allah Azza Wa Jalla dengan penuh harap dan akhirnya Allahpun memberikan air zam-zam. Maka hendaknya setiap orang melakukan sa’i dengan hati yang penuh harap akan pertolongan Allah SWT.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk menghayati setiap pekerjaan dalam ibadah umrah dan haji sehingga manasik tidak hanya berupa ritual fisik belaka namun juga membuat kesan yang mendalam hati kita.

RUKUN YAMANI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ مَسْحَ الْحَجَرِ الأَسْوَدِ وَالرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ يَحُطَّانِ الْخَطَايَا حَطًّا

“Sesungguhnya mengusap hajar aswad  dan rukun yamani itu dapat melebur dosa-dosa”. [HR Thabrani]

 

Catatan Alvers

 

Ka’bah merupakan tempat ibadah pertama. Allah SWT berfirman :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. [QS Ali Imran: 96]

 

Disebut dengan nama “bakkah” yang artinya menghancurkan itu dikarenakan ia akan menghancurkan orang-orang yang dzalim (seperti raja Abrahah). Ka’bah dibangun oleh malaikat sebelum terciptanya Nabi Adam. Barulah kemudian masjidil Aqsha dengan jarak diantara keduanya selama 40 tahun. [Tafsir Jalalain] Dan ibnu Amr berkata : Allah menciptakan Baitullah 2000 tahun sebelum penciptaan bumi. Ketika Arsy berada di atas air, Ia berupa “Zubdah” (buih) berwarna putih lalu bumi dilebarkan dari arah bawahnya. [Tafsir At-Thabari] perkataan ini mendukung pemaknaan “Qiyaman” sebagai pusat pada ayat :

جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ

“Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat bagi manusia” [QS Al-Maidah : 97]

Dan The Egyptian Scholar of the Sun and Space Reserch Center yang berpusat di Kairo memublikasikan hasil penelitian Prof Hussain Kamel yang menemukan sebuah fakta bahwa Makkah adalah pusat bumi. Ia menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah dataran bumi. [Khazanah republika co id]

Ka'bah merupakan bangunan berbentuk kotak dengan empat sudut yang diberi istilah rukun. Empat rukun (sudut) Ka'bah tersebut yakni Rukun Iraqi, Rukun Syami, Rukun Yamani, dan Rukun Hajar Aswad. Rukun tersebut disematkan karena mengarah ke negara Muslim yakni Iraq, Yaman, dan Syam. Sementara Rukun Hajar Aswad mengarah ke arah Indonesia.

 

Diantara keempat rukun tersebut, Rukun yamani memiliki keistimewaan sebagaimana disebutkan dalam I’anatut Thalibin, terdapat hadits :

مَا مَرَرْتُ بِالرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ إِلَّا وَعِنْدَهُ مَلَكٌ يُنَادِي: آمِيْن

Tidaklah aku melewati rukun yamani melainkan di dekatnya ada malaikat yang mengucapkan amin. ::

مَا أَتَيْتُ عَلَيْهِ قَطُّ إِلَّا وَجِبْرِيْلُ قَائِمٌ عِنْدَهُ يَسْتَغْفِرُ لِمَنْ يَسْتَلِمُهُ

“Tidaklah aku mendatangi rukun yamani melainkan ada malaikat jibril di dekatnya memintakan ampunan bagi orang yang mengusapnya”

وُكِّلَ بِالرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ سَبْعُوْنَ مَلَكًا

“Terdapat 70 malaikat yang ditugaskan di rukun yamani” dan dalam riwayat lain ada 70 ribu malaikat. [I’anatut Thalibin]

 

Dan di dalam hadits utama di atas disebutkan bahwa mengusap hajar aswad dan rukun yamani itu dapat melebur dosa-dosa”. [HR Thabrani] dari hadits ini maka hajar asawad dan rukun yamani memiliki perlakuan khusus yaitu kesunnahan mengusap. Namu keduanya dibedakan. Syeikh Syata berkata : “Ketika melewati rukun yamani, cukup mengusap atau isyarat dengan tangan tanpa mengecupnya (terjadi khilaf ulama). Hal ini untuk membedakannya dengan hajar aswad karena hajar aswad lebih mulia”. [I’anatut Thalibin]

 

Sama-sama mulia namun rukun hajar aswad lebih mulia. Mengapa demikian? Karena rukun Hajar Aswad memiliki dua keutamaan yaitu berdiri di atas pondasi nabi ibrahim dan adanya hajar aswad. Adapun rukun yamani hanya memiliki satu keutamaan yaitu berdiri di atas pondasi nabi ibrahim AS. [Hasyiyah Al-Idlah]

 

Imam Syafi’i berkata : “Doa (sapu jagat) ini adalah doa terbaik ketika thawaf, bahkan pada seluruh thawaf”. Sedang Ashabus Syafi’i berkata : “Doa (sapu jagat) tersebut lebih dianjurkan lagi dibaca ketika berada di posisi antara rukun yamani dan hajar aswad dan hendaknya seseorang berdoa diantara thawafnya dengan doa yang diuskainya dalam urusan agama dan dunia, untuk diri sendiri, orang-orang terkasih dan untuk kaum muslimin semua. Jika Ada seseorang yang berdoa lalu diamini oleh para jamaah maka hal itu baik”. [Hasyiyah Al-Idlah]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita ber-azam dan berusaha agar bisa sampai ke baitullah untuk haji maupun umrah dan bisa memanjatkan doa di tempat-tempat mustajabah di sana.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama). [At-Tadzkirah Wal Wa’dh].


Friday, September 8, 2023

MENS SANA IN CORPORE SANO

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya terdapat kebaikan. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Sering kali kita mendengar semboyan :

اَلْعَقْلُ السَّلِيْمُ فِي الْجِسْمِ السَّلِيْمِ

“Akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat”. Perkataan ini bukanlah hadits, namun ia adaptasi dari perkataan yang berasal dari bahasa latin yaitu “Mens Sana In Corpore Sano” (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat) yang cetuskan oleh Juvenalis. [kompas com] Nama lengkapnya Decimus Junius Juvenalis adalah seorang penyair di Kekaisaran Romawi pada akhir abad ke-1 M hingga awal abad ke-2 M. [wikipedia]

 

Perkataan tersebut kemudian menjadi slogan dalam berolahraga. Dalam kamus, olahraga didefinisikan sebagai gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh (seperti sepak bola, berenang, lempar lembing); [KBBI] Dalam islam, gerak badan tidak hanya dianjurkan untuk berolah raga saja namun gerak badan masuk dalam ritual inti seperti ibadah sholat dan Umrah haji. Dalam sholat, seseorang diharuskan berdiri, membungkuk untuk rukuk, duduk dengan cara tertentu dan sujud. Dan hal ini dilakukan secara berulang-ulang dalam sehari lima kali bahkan lebih jika seseorang melakukan sholat sunnah terlebih pada bulan ramadhan dengan melakukan shalat tarawih. Demikian pula dalam ibadah umroh, seseorang diharuskan untuk berjalan mengitari kakbah sebanyak tujuh kali putaran dan sa’i antara shafa marwa yang berjarak 400 Meter. Sehingga sa’i saja seseorang diharuskan berjalan kaki sejauh jarak 2.8 Kilometer. Belum lagi raml, yaitu berlari-lari kecil sepanjang lampu hijau antara shafa dan marwa.

 

Rasul SAW senang ketika melihat kaum muslimin berbadan sehat dan kuat. Sebagaimana beliau bersabda:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya terdapat kebaikan. [HR Muslim]

Rasul SAW sendiri adalah orang yang kuat. Diriwayatkan bahwa :

أَنَّ رُكَانَةَ صَارَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَرَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Sesungguhnya Rukanah pernah menantang gulat kepada Nabi SAW kemudian Beliaupun mengalahkannya [HR Abu Daud]

 

Ketika para sahabat umroh setahun sebelum Fathu Makkah, Kaum musyrikin menyangka bahwa kaum muslimin telah lemah karena terjangkit penyakit “humma yastrib” di madinah. Saat itulah beliau ingin kaum muslimin unjuk gigi dengan melakukan “Romal” (Lari-lari kecil saat tiga putaran pertama thawaf) dan “idhtiba’” (membuka lengan kanan dari kain ihram) sehingga Kaum musyrikinpun berkata :

هَؤُلَاءِ الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ أَنَّ الْحُمَّى قَدْ وَهَنَتْهُمْ؟ إِنَّهُمْ لَأَجْلَدُ مِنْ كَذَا وَكَذَا.

Mereka (kaum muslimin) yang kalian kira sudah lemah terkena penyakit “humma yastrib” ternyata lebih kuat dari ini dan itu” [I’anatut Thalibin]

 

Rasul SAW juga memerintahkan kita untuk memperhatikan kesehatan fisik. Rasul pernah berpesan kepada Abdullah bin Amr RA untuk menjaga kesehatan dan kekuatan fisiknya. Beliau bersabda :

فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban atas (kesehatan) tubuhmu. [HR Bukhari]

 

Rasul SAW juga pernah mengadakan lomba lari untuk anak anak kecil. Abdullah bin Harits menceritakan bahwa Rasul SAW membariskan Abdullah, Ubaidillah dan katsir ibnul Abbas lalu beliau bersabda :

مَنْ سَبَقَ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا

“Barang siapa yang cepat sampai (berlari) maka ia akan mendapatkan hadiah ini dan itu”.

Maka merekapun berlomba lari adu cepat untuk sampai kepada Nabi SAW hingga mereka tiba ke punggung dan dada beliau, lalu beliau mencium mereka dan memeluknya. [Tarikh Dimasyq]

 

Rasul SAW juga memerintahkan agar anak-anak diajari olahraga dan ketangkasan. Beliau bersabda :

عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمْ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ

Ajarilah anak-anak kalian untuk berenang dan memanah. [HR Baihaqi]

 

Memanah merupakan kekuatan yang dimaksudkan dalam firman Allah SWT :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ

Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan (memanah) dan kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. [QS Al-Anfal : 60]

 

Tidak hanya anak kecil, Rasul SAW juga pernah berlomba lari dengan seorang perempuan yaitu Aisyah, istri beliau. Ketika dalam suatu perjalanan beliau mempersilahkan rombongan untuk jalan terlebih dahulu. Ketika Rasul SAW dan Aisyah berada di belakang mereka maka Nabi SAW bersabda kepada Aisyah :

تَعَالي حَتَّى أُسَابِقَكِ

“Ayo kita lomba lari”

Dan saat itu Aisyah menang. Dan dalam kesempatan safar lainnya, Nabi SAW bersabda kepada Aisyah : “Ayo lomba lari, aku akan mengalahkanmu.” Dan kali ini Rasul SAW mengalahkan Aisyah dan beliau bersabda : “Hadzihi Bitilka” (Score satu – satu). [HR Ahmad]

 

Jika olahraga dengan gerak badan merupakan usaha untuk mendapatkan kesehatan dari luar maka ritual puasa adalah usaha untuk mendapatkan kesehatan dari dalam tubuh. Maka dari itu Islam mengajarkan kesehatan tidak hanya dari luar saja namun dari dalam tubuh bahkan kesehatan dhahir dan bathin. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) gulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya tatkala marah [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk selalu menjaga kesehatan luar dalam, lahir dan bathin kita sehingga kita menjadi mukmin yang kuat yang disenangi Allah dan Rasul-Nya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

KESABARAN TERBERAT

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik  RA, Rasul SAW bersabda:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

Surga itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci sementara neraka itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang disenangi. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ternyata ada kesabaran yang lebih berat dari pada bersabar menerima musibah dan cobaan hidup. Apa itu? Bersabar dalam menjauhi maksiat. Mengapa demikian? Musibah merupakan suatu yang menimpa dan seseorang tidak punya pilihan lain kecuali ia bersabar. Hal ini berbeda dengan meninggalkan maksiat, seseorang punya pilihan apakah ia mau melakukan maksiat atau meninggalkannya. Dan Dikatakan oleh para ulama bahwa amal kebaikan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, orang baik dan orang buruk. Adapun meninggalkan maksiat maka tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang sungguh-sungguh baik. Menjauhi maksiat itu bertentangan dengan hawa nafsu dan ini berat sekali. [Uddatus Shabirin]

 

Dari kisah Nabi Yusuf, kita mengetahui dua jenis kesabaran. Kesabaran pertama yaitu sabar dari maksiat dan kedua yaitu sabar dalam menerima musibah. Sabar pertama yaitu sabarnya Nabi Yusuf dengan menolak ajakan zina dari wanita cantik istri Al-Aziz itu merupakan sabar yang tingkatannya lebih berat daripada sabar kedua, yaitu sabarnya  Nabi Yusuf saat ia dibuang ke dasar sumur, dijual sebagai budak, dijauhkan dari sang ayah tercinta. Mengapa demikian? Pada sabar kedua, Nabi Yusuf tidak punya pilihan lain selain sabar itu sendiri. Adapun sabar pertama maka Nabi yusuf itu memiliki pilihan antara menerima ajakan berzina atau menolak ajakan tersebut namun dengan risiko ia dipenjara.

 

Menolak ajakan berzina dan memilih bersabar menjauhi maksiat zina merupakan pilihan berat bagi Yusuf, bagaimana tidak? Yusuf saat itu memerangi nafsunya yang besar dimana saat itu ia masih muda dengan syahwat menggelora, ia juga masih bujangan dimana ia belum memiliki sarana untuk menyalurkan syahwatnya. Ia juga orang asing, dimana orang asing lebih bebas melakukan apa yang diinginkan tanpa harus malu dan sungkan kepada orang lain. Ia juga sebagai seorang budak saat itu, dimana perilakunya tentu tidak dibatasi oleh nama baik (Jaim) sebagaimana orang merdeka. Dan sisi lain, wanita yang menggodanya adalah wanita yang cantik, punya kedudukan yang tinggi sehingga jika seorang budak menuruti kemauan majikannya maka orang tidak akan mencelanya, dan saat itu keadaan aman tanpa ada saksi mata karena semua pintu telah terkunci rapat-rapat. Ditambah lagi keadaan dimana wanita itulah yang sangat menggebu-gebu birahi kepadanya serta adanya ancaman penjara dari wanita itu jika Yusuf tidak menurutinya. Dalam kondisi ini sangat mudah dan menguntungkan bagi Yusuf untuk menuruti wanita tersebut dan sebaliknya, menolak ajakannya akan mendatangkan berbagai macam risiko. Namun demikian Nabi Yusuf bersabar menolak ajakan maksiat tersebut dan iapun mengadu kepada Allah SWT :

رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ

"Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka (untuk berzina) . Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)..." [QS Yusuf : 33]

 

Dalam kisah lainnya, Nabi SAW menyebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata : Aku sangat-sangat menyukai putri pamanku. Suatu hari aku menginginkannya namun dia menolakku. Kemudian berlalu masa beberapa tahun hingga kemudian dia datang kepadaku (karena membutuhkan uang) lalu aku memberikan 120 dinar agar aku bisa bersenang-senang dengannya lalu dia setuju hiingga ketika aku sudah menguasainya tiba-tiba dia berkata;

لَا أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ

Aku tidak mengalalkanmu untuk merusak keperawanan kecuali dengan cara yang benar (nikah).

Maka aku tidak jadi berzina dengannya. Lalu aku pergi meninggalkannya padahal dia adalah wanita yang paling aku cintai dan aku tinggalkan pula emas perhiasan yang aku berikan kepadanya. [HR Bukhari]

 

Maksiat itu identik dengan melampiaskan hawa nafsu, sedangkan dalam hadits utama di atas disebutkan : “Surga itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci sementara neraka itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang disenangi”. [HR Muslim] Imam Nawawi berkata : Syahwat (perkara yang disenangi) yang mengelilingi neraka itu adalah syahwat yang diharamkan seperti Khamr, zina, melihat hal yang haram, Ghibah, dll. Adapun syahwat yang mubah maka tidak termasuk bagian tersebut akan tetapi dimakruhkan untuk memperbanyak karena ia akan menyeret seseorang kepada hal yang diharamkan atau menjadikan hatinya keras atau menyibukkannya dari ketaatan atau hal itu akan menjadikannya fokus untuk menghasilkan harta dunia demi mendapatkan syahwat mubah tersebut dll. [Syarah Muslim]

 

Dari beratnya sabar meninggalkan maksiat maka wajarlah pahalanya sangatlah besar. Sabar yang demikian akan mendapat balasan berupa naungan di hari kiamat. Nabi SAW bersabda ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan di hari tidak ada naungan melainkan naungan dari Nya. Salah satunya adalah :

وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخافُ اللَّه

Dan seseorang yang diajak (berzina) oleh wanita yang terpandang lagi cantik rupawan, namun ia berkata : Sungguh, Aku takut kepada Allah. [HR Bukhari]

Adapun hadits yang diriwayatkan dari sayyidina Ali KW yaitu “Sabar itu ada tiga macam, sabar atas musibah (300 derajat), sabar dalam menjalani ketaatan (600 derajat ) dan sabar dari (godaan) maksiat 900 derajat.” [HR  Ibn Abid Dunya] dinilai oleh Ibnul Jawzy sebagai hadits maudlu’. [Faidlul Qadir]

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk bersabar dalam menjauhi maksiat sehingga kita mendapatkan naungan di hari kiamat kelak.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]