إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, October 9, 2023

LOGIKA EKSISTENSI ALLAH

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tidak ada seorang bayipun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fitrahnya (Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai yahudi, nashrani atau majusi. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Dalam hadits tersebut ditegaskan bahwa setiap manusia terlahir atas fitrah. Ada berbagai macam apendapat mengenai fitrah yang dimaksud dalam hadits ini namun Imam Nawawi berkata

وَأَشْهَرُ الْأَقْوَالِ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْفِطْرَةِ الإِسْلَامُ

Dan yang paling masyhur dari berbagai pendapat bahwa yang dimaksud fitrah disini adalah Islam. [Syarah Muslim]

 

 Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsy :

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus semuanya, namun mereka didatangi oleh setan lalu setan menjauhkan mereka dari agama (fitrah) mereka. [HR Muslim]

 

Secara fitrah, manusia bisa memahami keberadaan sang pencipta. Ada orang dari pedalaman ditanya mengenai bukti adanya Tuhan. Ia menjawab : Subhanallah, adanya kotoran unta (yang ada di jalan) menunjukkan adanya unta. Jejak kaki menunjukkan adanya orang yang berjalan. Maka langit dengan gugusan bintang, bumi dengan banyak jalan dan lautan dengan gelombangnya,

أَلَا يَدُلُّ ذَلِكَ عَلَى وُجُودِ اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ؟

bukankah itu semua menunjukkan adanya pencipta yang maha lembut dan maha mengetahui? [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Ada kisah seorang atheis yang tidak mempercayai adanya tuhan namun ketika ia naik pesawat yang mengalami goncangan turbulensi dahsyat dan iapun dalam kondisi ketakutan maka ia tanpa sadar berteriak “oh My God!” (Ya Tuhanku). Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang kafir terdahulu. Allah SWT berfirman :

وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung maka mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya [QS Luqman : 32]

 

Begitu pula yang terjadi kepada Fir’aun. Ia mengaku tuhan dan tiada tuhan melainkan ia. Ketika Fir’aun berada dalam puncak ketakutannya bahkan nyawa sudah diujung kerongkongannya maka ia baru mengakui adanya tuhan yang sebenarnya. Allah SWT berfirman :

 حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Hingga ketika Fir'aun itu telah tenggelam maka ia berkata : "Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." [QS Yunus : 90]

 

Demikianlah secara fitrah manusia akan mengakui adanya Allah SWT. Dan secara logika akal sehat keberadaan tuhan itu mudah dipahami. Imam empat madzhab pernah ditanya mengenai bukti adanya tuhan. Ibnu Katsir menceritakan dalam tafsirnya. Imam Malik ketika ditanya oleh khalifah Ar-Rasyid mengenai dalil adanya Tuhan maka ia menjawab dengan mengemukakan dalil berupa berbeda-bedanya bahasa, suara dan langgam. Imam Abu Hanifah pernah ditanya oleh kaum atheis mengenai wujudnya tuhan sang pencipta. Ia berkata kepada mereka : sebentar, aku sedang berpikir ada orang bercerita bahwa ada perahu yang membawa banyak barang dagangan sedang berada di tengah laut sementara tidak ada nahkoda dan tidak ada pula orang yang mengawasinya. Namun demikian perahu itu kesana kemari dengan sendirinya menerjang ombak besar dan bisa selamat darinya. Jadi perahu itu berjalan tanpa dikendalikan oleh siapapun. Mereka berkata : Hal itu tidak akan dikatakan oleh siapapun yang berakal. Abu Hanifah berkata : “Celaka kalian. (Bagaimana bisa kalian berkata seperti itu sementara kalian mengira) Apa yang ada di dunia ini mulai dari yang di atas hingga yang dibawah dan apa yang berada diantara keduanya itu tidak ada yang menciptakan?” Mendengar bantahan ini mereka terdiam dan merekapun masuk islam. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Demikian pula Imam Syaf’i juga ditanya mengenai keberadaan Tuhan sang pencipta, ia menjelaskan : Ini adalah daun murbei, rasanya satu. Jika dimakan oleh ulat ia akan mengeluarkan sutra. Apabila dihisap lebah ia akan mengeluarkan madu. Dan apabila dimakan oleh kambing, unta dan binatang ternak maka keluarnya menjadi kotoran dan jika dimakan oleh kijang maka keluarnya menjadi minyak misik (kasturi) padahal semuanya berasal dari satu benda yaitu daun. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Imam Ahmad memberikan analogi mengenai keniscayaan adanya sang pencipta, ia berkata :  “Ini dia benteng yang kuat, tanpa pintu dan tanpa celah sedikitpun. Bagian luar seperti perak putih dan bagian dalamnya seperti emas. Tiba-tiba jebol temboknya dan keluarlah hewan yang bisa mendengar, melihat dan bentuknya indah serta suaranya merdu. Itulah telur yang keluar dari dalamnya seekor ayam”. Mungkinkah ia tercipta dengan sendirinya tanpa adanya yang menciptakan? [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Lantas, Kalau Tuhan itu memang ada kenapa kita tidak bisa melihatnya atau bertemu dengannya?. Ada seorang yang buta sejak lahir dan ia sekarang sudah dewasa. Stau hari ia hendak keluar rumah sehingga meminta saudaranya untuk mengenakannya baju. Saudaranya berkata : sekarang kamu telah memakai baju merah, kaos biru, celana abu-abu dan topi berwarna kuning. Orang buta itu lantas bertanya : “Apa itu warna merah, biru, kuning? Tolong jelaskan kepadaku”. Saudaranyapun kebingungan untuk menjelaskan perbedaan warna-warna tadi. Lantas apakah jika saudaranya tidak mampu menjelaskan warna tersebut kepada orang buta sejak lahir itu menandakan bahwa warna itu tidak ada?. Apakah karena orang yang buta tadi tidak bisa melihat warna lantas itu berarti warna itu tidak ada? Oh tentu tidak. Bahkan orang yang buta tersebut tidak mengingkarinya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya mengenai warna tersebut. Jika demikian maka janganlah karena kita tidak bisa melihat Allah lantas Allah dibilang tidak ada. Kita ibarat orang buta sejak lahir tadi, tidak melihat warna-warni karena yang diketahui hanyalah warna hitam. [Terjemah bebas dari Fiqh islamonline net] Allah mengingatkan dalam firman-Nya :

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [QS Al-An’am : 103]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk beriman kepada Allah dan semakin yakin dengan kebenaran ajaran Islam.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Tuesday, October 3, 2023

AKHLAK AL-QUR’AN

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Sa’d bin Hisyam bin ‘Amir (tabi’in), Aisyah RA berkata :

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

Akhlaknya Nabi adalah Al-Qur’an. [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Ar-Razi meriwayatkan dalam tafsir Mafatihul Ghaib bahwa ada seseorang dari kalangan pembesar Yahudi datang kepada Umar pada masa kekhilifahannya. Ia berkata :

أَخْبِرْنِي عَنْ أَخْلَاقِ رَسُوْلِكُمْ

“Ceritakan kepadaku mengenai akhlak rasulmu”.

Umar berkata : “Tanyakanlah hal itu kepada Bilal, karena ia lebih tahu daripada aku”. Berangkatlah Yahudi tadi menemui Bilal dan ia berkata : “Ceritakan kepadaku mengenai akhlak rasulmu” Bilal berkata : “Tanyakanlah hal itu kepada Fathimah, karena ia lebih tahu daripada aku”. Berangkatlah Yahudi tadi menemui Fathimah dan ia berkata : “Ceritakan kepadaku mengenai akhlak rasulmu” Fathimah berkata : “Tanyakanlah hal itu kepada Ali, karena ia lebih tahu daripada aku”. Berangkatlah Yahudi tadi menemui Ali dan ia berkata : “Ceritakan kepadaku mengenai akhlak rasulmu” Ali berkata : “Ceritakanlah kepadaku mengenai keindahan harta dunia sehingga aku akan menceritakan kepadamu mengenai akhlak rasul”. Si Yahudi tadi menjawab : “Itu bukanlah hal yang mudah”. Ali berkata : “Engkau tidak mampu menceritakan keindahan dunia padahal Allah bersaksi bahwa dunia itu kecil sekira Allah berfirman” :

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ

“Katakanlah, harta dunia itu sedikit” [QS An-Nisa: 77]

“Maka bagaimana aku bisa menceritakan akhlak Nabi yang mana Allah bersaksi bahwa beliau adalah pribadi yang agung sekira Allah SWT berfirman” :   

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sungguh Engkau berada diatas akhlak yang agung” [QS Al-Qalam : 4]

 

Dalam riwayat lain disebutkan. Abud Darda’ bertanya kepada Aisyah mengenai Akhlak Nabi SAW. Aisyah menjawab :

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ، يَغْضَبُ لِغَضَبِهِ، وَيَرْضَى لِرِضَاهُ

Akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Beliau marah karena murkanya Al-qur’an dan beliau ridla karena ridlanya Al-qur’an. [HR Thabrani]

 

Al-Hafidz Ibnu Rajab menjelaskan : Bahwasannya Nabi SAW itu beradab dengan adab Al-qur’an, Beliau ber-akhlak dengan akhlak Al-qur’an. Apa saja yang dipuji oleh Al-qur’an maka disitu terdapat ridla beliau dan apa yang dicela oleh Al-qur’an maka disitu terdapat murka beliau. [Jami’ul Ulum Wal Hikam]

 

Imam Nawawi menjelaskan perkataan Aisyah bahwasannya akhlaknya Nabi adalah al-Qur’an. Imam Nawawi berkata :

اَلْعَمَلُ بِهِ وَالْوُقُوْفُ عِنْدَ حُدُوْدِهِ وَالتَّأَدُّبُ بِآدَابِهِ وَالْاِعْتِبَارُ بِأَمْثَالِهِ وَقِصَصِهِ وَتَدَبُّرُهُ وَحُسْنُ تِلَاوَتِهِ

Beliau mengamalkan isi Al-Qur’an, memperhatikan hukum-hukumnya, beradab dengan adabnya, mengambil pelajaran dari metafor dan kisah-kisah di dalamnya, serta merenungkan maknanya dan membaguskan bacaannya. [Syarah Muslim]

 

Ada pertanyaan yang sama diajukan kepada Aisyah. Sa’d bin Hisyam bin ‘Amir bertanya kepada Aisyah mengenai Akhlak Nabi SAW. Aisyah menjawab :

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Tidakkah engkau membaca al-Quran firman Allah Azza wajalla “Sungguh engkau berada pada akhlak yang agung”

Aku ingin melakukan “Tabattul” (beribadah dengan sungguh-sungguh hingga tidak menikah). Aisyah berkata : Jangan lakukan hal itu. Tidakkah engkau membaca firman Allah “Sungguh terdapat tauladan yang baik dalam diri Rasulillah untuk kalian”. Beliau menikah dan memiliki anak.  [HR Ahmad]

 

Dan jawaban Aisyah lebih jelas terdapat dalam riwayat berikut. Yazib bin Babanus bertanya kepada Aisyah mengenai Akhlak Nabi SAW. Aisyah menjawab : Bacalah Al-Qur’an Surat Al-Mukminun. Iapun membacanya hingga sampai pada ayat yang ke sepuluh. Ketika sampai di ayat tersebut maka Aisyah berkata :

هَكَذَا كَانَ خُلُقُهُ

Seperti itulah Akhlak beliau. [HR Baihaqi]

 

Berikut adalah terjemah Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat ke satu hingga yang ke sepuluh. 1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi(Surga Firdaus).

 

10 ayat tersebut memiliki keistimewaan sebagaimana diriwayatkan dalam tafsir Ibnu Katsir dari Umar bin Khattab RA, Rasul SAW bersabda :

لَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ عَشْرُ آيَاتٍ مَنْ أَقَامَهُنَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ

 Telah diturunkan kepadaku 10 ayat. Barangsiapa yang mengamalkannya maka ia akan masuk surga. (Lalu beliau membaca QS Al-Mukminun ayat 1-10) [Tafsir Al-Qur’anil Adzim]

 

Kalau boleh saya simpulkan bahwa dalam ayat tersebut terdapat 3 dimensi utama dalam akhlakul karimah. Pertama, akhlak kepada Tuhan, Allah yaitu melakukan shalat dengan khusu’ dan menjaganya. Kedua, akhlak kepada diri sendiri yaitu menjaga kemaluan dan menjauhi hal yang tidak berguna. Ketiga akhlak kepada orang lain yaitu membantu mereka dengan memberi zakat dan tidak mencelakai orang lain dengan menunaikan amanat dan tidak berkhianat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meneladani akhlak Nabi SAW baik akhlak kepada Allah, akhlak kepada diri sendiri maupun akhlak kepada orang lain.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Tuesday, September 26, 2023

MENCARI KEBAHAGIAAN

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

(Ukuran) kekayaan yang hakiki itu bukanlah dari banyaknya harta benda akan tetapi kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya hati. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Hotman Paris sedang galau. Viral video pengacara kondang itu sedang galau mencari kebahagiaan meskipun ia sedang berada di Bali, destinasi wisata dunia. Dalam video itu ia berkata : “Aku sendiri belum menemukan apa sih kebahagian itu dan di mana untuk mendapatkannya... Kebahagiaan itu di mana sih, haduh, susah banget sih mencari kamu, mencari dan mencari eh tetap makanya nasi padang, nasi rawon bahkan ikan teri apalagi saya suka... Mungkin saya di Bali harus masuk di pusat keagamaan, saya mau belajar atau tinggal di sana berbulan-bulan sampai akhirnya sel-sel dalam tubuhku sudah berubah bukan seorang Hotman Paris yang selalu mencari popularitas, yang dimusuhin orang karena iri. Walaupun saya lagi di Bali saya lemes saya pandang kiri, kanan." [tribunnews com]

 

Sungguh mengejutkan, bagaimana tidak? Pengacara terkenal dengan tarif 1,3 miliar per kasus dengan total Kekayaan Rp 4,5 Triliun, Termasuk 500 Apartemen dan 200 Unit Ruko. 12 vila mewah di Bali, beberapa hotel di berbagai daerah, Lamborghini seharga 11 miliar, Bentley seharga 10 miliar. [liputan6 com]Selalu tampil dengan baju milyaran dikelilingi wanita-wanita cantik. Bisa-bisanya ia mengaku susah dan galau karena tidak merasakan kebahagiaan.

 

Hal ini semakin mempertegas bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari harta duniawi melainkan dari hati dan pikiran. Nabi SAW bersabda :

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

(Ukuran) kekayaan yang hakiki itu bukanlah dari banyaknya harta benda akan tetapi kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya hati. [HR Bukhari]

 

Dale Breckenridge Carnegie (1888 –1955) motivator dunia dari Amerika Serikat dan penulis buku spektakuler “How to Win Friends and Influence People” (Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain) yang di terjemahkan ke 37 bahasa. Ia mengatakan “Bukan apa yang anda miliki, atau siapa diri anda, atau dimana anda berada, atau apa yang anda lakukan yang membuat anda bahagia. Namun apa pemikiran anda.”

 

Hal ini juga menyadarkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan dengan mendapatkan harta, tahta dan wanita melainkan dengan taqwa. Abu Mulailah Al-Hathi’ah, penyair Muhadlram dalam bahar wafir berkata :

وَلَسْتُ أَرَى السَّعَادَةَ جَمْعَ مَالٍ :: وَلَكِنَّ التَّقِيَّ هُوَ السَّعِيدُ

“Aku melihat kebahagiaan bukanlah terletak pada harta akan tetapi orang yang bertaqwa itulah orang yang bahagia”. [Bahjatul Majalis]

 

Hal ini juga membelalakkan mata kita bahwa kebahagiaan sejati tidak didapat dengan uang akan tetapi dengan qana’ah. Orang bijak berkata : “Kaya belum tentu bahagia, Miskin belum tentu susah dan setiap orang akan menjadi bahagia apapun kondisinya asal dia mau ber-qana’ah (menerima ketentuan Allah dengan ridla dan senang hati). Banyak belum tentu cukup dan sedikit belum tentu kurang, maka cukup dan tidaknya itu adalah pilihan”. Qanaah bisa didapati dengan menjalankan titah Nabi :

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

Lihatlah orang yang (strata sosila dan ekonominya) berada di bawahmu dan janganlah engkau melihat orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu. [HR Muslim]. 

 

Untuk mencapai bahagia, Anak kecil berkata kapan menjadi dewasa. Pemuda berkata andai saja aku kembali kecil. Orang tua berkata andai saja masa muda kembali lagi. Orang yang telah menikah berkata andai saja aku kembali pada masa lajang. Orang yang lajang berkata andai saja aku telah menikah. Orang yang memiliki banyak anak berkata andai saja aku memiliki satu anak saja. Yang memiliki banyak anak berontak seraya berkata andai saja aku tidak memiliki anak.  Dan yang telah menikah dengan satu perempuan menginginkan menikah lagi untuk mencari kebahagiaan. Ya, semuanya mencari kebahagiaan akan tetapi ujung-ujungnye mereka kecewa karena kata “kebahagiaan” merupakan pepesan kosong. Bahagia bukanlah sebuah kata yang tiada makna dan hampa. Namun bahagia memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup kebahagian di dunia dan di akhirat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk senantiasa memperbaiki diri, hati, pikiran dengan tuntunan Nabi SAW sehingga kita menggapai kebahagian dunia dan akhirat nanti.

Friday, September 22, 2023

DIMANAKAH TAMAN SURGA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdillah bin Zaid Al-Maziny RA, Rasul SAW bersabda :

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ

“Antara rumahku (Makam) dan mimbarku adalah taman (raudlah) dari taman-taman surga” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Raudlah adalah tempat yang berada di antara rumah Nabi  dan mimbar. Dimanakah posisi rumah Nabi?  rumah beliau sekarang menjadi makam beliau yang berada di dalam masjid nabawi. Mengapa beliau di makamkan di dalam rumahnya? Bukan di pemakaman baqi’ atau lainnya. Sayyidah Aisyah RA berkata : ketika Rasul SAW wafat maka para sahabat berbeda pendapat dalam menentukan dimana beliau akan dimakamkan. Maka Abu Abakar RA berkata : Aku mendengar dari Nabi SAW sesuatu yang aku tidak melupakannya. Beliau bersabda :

مَا قَبَضَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ

Tidaklah Allah mewafatkan seorang nabi melainkan di tempat dimana ia suka dikubur di tempat tersebut. [HR Turmudzi]

 

Lantas Abu bakar RA berkata : “Kuburkanlah beliau di lokasi tempat ranjangnya”. Lalu para sahabat menyingkirkan ranjangnya dan menggali kubur di tempat ranjang tersebut. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]

Posisi rumah atau kuburan Nabi ditandai dengan kubah hijau di atasnya. Kubah hijau yang dikenal dengan nama Qubbatul Khadra' dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud (1233 H), dan kini menjadi ciri khas atau identitas Masjid Nabawi.

 

Jadi ketika Anda berada di dalam masjid nabawi, di arah belakang mihrab atau tempat Imam melaksanakan shalat fardlu dan Anda menghadap ke kiblat maka Anda akan menemukan di arah kiri adalah makam beliau dan di arah kanan adalah mimbar beliau. Diantara keduanya itulah yang dinamakan raudlah. Panjang dari arah timur ke barat sepanjang 22 meter dan lebar dari utara ke selatan 15 meter. Sehingga Luas Raudlah adalah 144 meter persegi.

 

Tidak semua orang yang masuk ke masjid nabawi mengetahui posisi raudlah ini. Pernah ketika saya menunggu shalat ashar di masjid nabawi, ada seorang pemuda berjubah dan bersorban khas arab saudi bertanya kepada saya, di mana posisi raudlah? Dia berasal dari kota jeddah yang tentunya jauh lebih dekat ke madinah daripada Indonesia. Kemudian saya tunjukkan lokasinya yang kebetulan berada di posisi sebelah kiri sekitar lima meter di mana kami berada saat itu.

 

Dalam hadits utama di atas dinyatakan bahwa raudlah adalah taman dari taman-taman surga” [HR Bukhari]. Apa maksud dari keberadaan lokasi tersebut sebagai taman surga? Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud keberadaan lokasi tersebut sebagai taman surga. Berikut ada 3 pendapat yang disusun mulai dari pendapat yang terkuat. (1) Lokasi tersebut diserupakan taman surga karena sama-sama mendatangkan rahmat dan kebahagiaan sebab seseorang mengikuti halaqah dzikir terlebih semasa hidupnya Nabi SAW. Maka dalam perkataan tersebut terdapat penyerupaan tanpa menyebutkan “adat tasybih” (lazimnya disebut dengan tasybih muakkad). (2) Beribadah di lokasi tersebut akan menyebabkan seseorang masuk surga. Maka perkataan tersebut adalah majaz (bermakna kiasan). (3) Lokasi tersebut dikatakan sebagai taman sebenar-benarnya secara dzahir, karena lokasi tersebut akan dipindah ke lokasi surga di akhirat nanti. [Fathul Bari]

 

Apakah Raudlah itu tempat mustajabah? Saya tidak menemukan dalil hadits yang spesifik yang mengatakan bahwa raudlah adalah tempat doa mustajabah namun Mufti mesir, Doktor Ali Jum’ah mengatakan “Sesungguhnya keutamaan raudlah adalah ia sebagai tempat dimana doa dikabulkan. Barang siapa yang dianugerahi Allah bisa berziarah ke masjid nabawi maka hendaknya ia shalat dua rekaat di raudlah lalu berdoa sesuai hajatnya insyaAllah ia akan mendapatkan hajatnya. [www mostgab com]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mempelajari segala sesuatu baik ibadah yang akan dikerjakan maupun tempat yang akan dikunjungi sehingga kita melakukan satu ibadah dengan benar dan tempat yang benar.

SALAM KEPADA NABI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

“Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku (sesudah aku wafat) melainkan Allah mengembalikan ruh-Ku sehingga aku menjawab salamnya [HR Abi Daud]

 

Catatan Alvers

 

Salam kepada Nabi SAW lebih dulu diketahui oleh para sahabat dari pada shalawat. Hal ini diketahui dari pernyataan dari Ka’b bin Ujzah RA, ia berkata : kami pernah bertanya  “Wahai Rasulallah, kami telah mengetahui (lafadz) salam kepadamu lantas bagaimana kami bershalawat (kepadamu)? Lalu Nabi SAW mengajarkan Allahumma shalli ala dst (shalawat ibrahimiyah) [HR Nasa’i]

 

Adapun salam yang telah diajarkan oleh Rasul SAW dan diketahui oleh para sahabat adalah ucapan :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

Semoga terlimpah kepadamu wahai nabi, keselamatan, rahmat Allah dan barakah-Nya. [Syarah Muslim]

 

Ketika seseorang mencupakan salam kepada beliau maka beliau membalas ucapan salam tersebut. Hal itu tidak hanya dahulu ketika beliau masih hidup namun juga ketika beliau sudah wafat beliau tetap menjawab salam dari dalam kubur beliau sebagaimana diberitahukan dalam hadits utama di atas : “Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku (sesudah aku wafat) melainkan Allah mengembalikan ruh-Ku sehingga aku menjawab salamnya [HR Abi Daud]

 

 

Tidak hanya beliau, bahkan semua Nabi mereka hidup dalam kuburnya. Nabi SAW bersabda :

اَلْأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِي قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ

"Para nabi itu hidup di dalam kubur mereka dalam keadaan mengerjakan shalat." [Musnad Abu Ya'la]

 

Dan beliau juga menyaksikan sendiri keberadaan para nabi yang hidup dalam alam kuburnya. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda :

مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ

"Aku berpapasan dengan Musa AS pada malam Isra di bukit pasir yang berwarna merah dalam keadaan berdiri mengerjakan shalat dalam kuburnya." [HR Muslim]

 

Mungkin hati kecil alvers ada yang bertanya-tanya bagaimana itu terjadi, Rasul SAW hidup dalam kuburNya? Menjawab hal ini, Saya teringat dengan permasalahan yang sama yaitu tatkala roh mayyit dikembalikan ke dalam jasadnya kemudian ditanya oleh malaikat, dan mendapat siksa atau kenimatan, maka mengapa manusia tidak dapat melihatnya sedikitpun? Syeikh Thahir Al-Jazairy menjawab :

اِنَّ اللهَ يَحْجُبُ اَبْصَارَهُمْ عَنْ ذَلِكَ اِمْتِحَانًا لَهُمْ لِيُظْهَرَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالْغَيْبِ وَمَنْ لَايُؤْمِنُ بِهِ مِنْ ذَوِى الشَّكِّ وَالرَّيْبِ وَلَوْ رَاىَ النَّاسُ ذَلِكَ لَآمَنُوا كُلُّهُمْ وَلَمْ يَصِرْ فَرْقٌ بَيْنَ النَّاسِ وَلَمْ يَتَمَيَّزِ الْخِبَيْثُ مِنَ الطَّيِّبِ وَالرَّدِئُ مِنَ الْجَيِّدِ.

Sesungguhnya Allah menutup penglihatan manusia dari hal tersebut, sebagai ujian bagi mereka, agar menjadi jelas siapakah yang beriman kepada hal ghaib dan siapa yang tidak beriman dan ragu serta bimbang akan hal tersebut. Seandainya manusia melihat keadaan dalam kubur, niscaya mereka akan beriman semuanya, sehingga tidak ada perbedaan antar manusia yang baik dan yang jahat, serta tidak ada beda antara yang hina dan mulia. [Al-Jawahir al-Kalamiyah]. 

 

Tidak hanya kita, manusia mengucapkan salam kepada beliau bahkan pepohonan dan gunung-gunung juga demikian. Sayyidina Ali KW berkata : Aku bersama Nabi SAW di mekkah lalu kami keluar ke sebagian penjuru mekkah dan saat itu tidaklah gunung dan pohon berpapasan dengan beliau melainkan mereka mengucapkan salam kepadanya, yaitu  :

السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Semoga keselamatan senantiasa tercurah padamu wahai utusan Allah” [HR Turmudzi]

 

Ketika melintasi makam Nabi, hendaklah jamaah berpaling dari kiblat atau membelakanginya dan menghadap dinding makam. Hendaklah jamaah berdiri sambil melihat ke arah bawah dinding makam dengan penuh tawadlu’, dan mengagungkan derajat Nabi SAW yang ada di hadapannya, dengan hati yang bersih dari usrusan duniawi kemudian mengucap salam dan jangan mengeraskan suara akan tetapi dengan suara yang biasa atau sedang. [Al-Idlah]

 

Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hangus (pahala) amalanmu tanpa kau sadari. [QS Al-Hujurat : 2]

 

Larangan ini turun ketika masa hidupnya Nabi SAW namun demikian larangan ini tetap berlaku setelah wafat beliau. Ketika berada di masjid Nabawi, As-Sa'ib bin Yazid dilempar dengan kerikil oleh seseorang dan ternyata ia adalah Umar bin Khatthab. Dia berkata : "Pergi dan bawalah dua orang (yang mengeraskan suara) itu kepadaku." Maka aku bawa keduanya ke hadapan Umar. lalu Umar bertanya, "Dari mana asalnya kalian berdua?" mereka menjawab, "Kami berasal dari Tha'if" Umar bin Khaththab berkata :

لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ الْبَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Sekiranya kalian dari penduduk sini (madinah, niscaya kalian mengerti larangan mengeraskan suara) maka aku akan hukum kalian berdua! Sebab kalian telah mengeraskan suara di Masjid Rasulullah SAW." [HR Bukhari]

 

Para Ulama berkata :

يُكْرَهُ رَفْعُ الصَّوْتِ عِنْدَ قَبْرِهِ كمَاَ كاَنَ يُكْرَهُ فِي حَيَاتِهِ؛ لِأَنَّهُ مُحْتَرَمٌ حَيًّا وَفِي قَبْرِهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ

Dimakruhkan mengeraskan suara di sisi makam Nabi SAW sebagaimana dahulu ketika beliau hidup karena Nabi SAW itu adalah pribadi yang dimuliakan, baik ketika hidup maupun setelah berada di makamnya SAW. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Hendaknya jamaah mengucapkan salam sesuai dengan lafadz salam di atas atau membaca bacaan salam yang panjang seperti yang tertera dalam buku manasik. Dan jika ada sanak saudara atau handai taulan menitipkan salam kepada beliau maka ucapkanlah :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مِنْ ....

(“Semoga keselamatan senantiasa tercurah padamu wahai utusan Allah” dari ....) lalu sebut nama orang yang menitipkan salam. [Al-Idlah]

 

Setelah melewati makam nabi, maka jamaah akan melintasi makam sahabat Abu Bakar RA. Kitapun dianjurkan mengicapkan salam, minimal dengan ucapan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍ

(Semoga keselamatan senantiasa tercurah padamu wahai sahabat, Abu Bakar)

 

Setelah itu, jamaah akan melintasi makam sahabat Umar RA. Kitapun dianjurkan mengicapkan salam, minimal dengan ucapan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا عُمَرُ

(Semoga keselamatan senantiasa tercurah padamu wahai sahabat, Umar)

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa memuliakan pribadi Agung, Nabi Muhammad SAW sampai kapanpun dan dimanapun terlebih ketika berada di dalam Masjid Nabawi dan di dekat makam beliau.