ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW
bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tidak ada seorang bayipun yang dilahirkan
kecuali dilahirkan pada fitrahnya (Islam). Kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya sebagai yahudi, nashrani atau majusi. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Dalam hadits
tersebut ditegaskan bahwa setiap manusia terlahir atas fitrah. Ada berbagai
macam apendapat mengenai fitrah yang dimaksud dalam hadits ini namun Imam
Nawawi berkata
وَأَشْهَرُ الْأَقْوَالِ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْفِطْرَةِ
الإِسْلَامُ
Dan yang paling
masyhur dari berbagai pendapat bahwa yang dimaksud fitrah disini adalah Islam.
[Syarah Muslim]
Allah SWT
berfirman dalam hadits Qudsy :
وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ
أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ
sesungguhnya Aku menciptakan
hamba-hambaKu dalam keadaan lurus semuanya, namun mereka didatangi oleh setan
lalu setan menjauhkan mereka dari agama (fitrah) mereka. [HR
Muslim]
Secara fitrah, manusia bisa
memahami keberadaan sang pencipta. Ada orang dari pedalaman ditanya mengenai bukti adanya Tuhan. Ia
menjawab : Subhanallah, adanya kotoran unta (yang ada di jalan) menunjukkan
adanya unta. Jejak kaki menunjukkan adanya orang yang berjalan. Maka langit
dengan gugusan bintang, bumi dengan banyak jalan dan lautan dengan
gelombangnya,
أَلَا يَدُلُّ ذَلِكَ عَلَى وُجُودِ اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ؟
bukankah itu semua menunjukkan adanya pencipta
yang maha lembut dan maha mengetahui? [Tafsir Ibnu Katsir]
Ada kisah seorang atheis yang tidak mempercayai
adanya tuhan namun ketika ia naik pesawat yang mengalami goncangan turbulensi dahsyat
dan iapun dalam kondisi ketakutan maka ia tanpa sadar berteriak “oh My God!” (Ya Tuhanku). Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang kafir terdahulu.
Allah SWT berfirman :
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung maka mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya [QS Luqman : 32]
Begitu pula yang terjadi kepada Fir’aun. Ia
mengaku tuhan dan tiada tuhan melainkan ia. Ketika Fir’aun berada dalam puncak
ketakutannya bahkan nyawa sudah diujung kerongkongannya maka ia baru mengakui adanya
tuhan yang sebenarnya. Allah SWT berfirman :
حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
Hingga ketika Fir'aun itu telah tenggelam maka ia berkata
: "Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)." [QS Yunus : 90]
Demikianlah secara fitrah manusia akan
mengakui adanya Allah SWT. Dan secara logika akal sehat keberadaan tuhan itu mudah
dipahami. Imam empat madzhab pernah ditanya mengenai bukti adanya tuhan. Ibnu Katsir
menceritakan dalam tafsirnya. Imam Malik ketika
ditanya oleh khalifah Ar-Rasyid mengenai dalil adanya Tuhan maka ia menjawab
dengan mengemukakan dalil berupa berbeda-bedanya bahasa, suara dan langgam. Imam Abu Hanifah pernah ditanya oleh kaum atheis
mengenai wujudnya tuhan sang pencipta. Ia berkata kepada mereka : sebentar, aku
sedang berpikir ada orang bercerita bahwa ada perahu yang membawa banyak barang
dagangan sedang berada di tengah laut sementara tidak ada nahkoda dan tidak ada
pula orang yang mengawasinya. Namun demikian perahu itu kesana kemari dengan
sendirinya menerjang ombak besar dan bisa selamat darinya. Jadi perahu itu
berjalan tanpa dikendalikan oleh siapapun. Mereka berkata : Hal itu tidak akan
dikatakan oleh siapapun yang berakal. Abu Hanifah berkata : “Celaka kalian.
(Bagaimana bisa kalian berkata seperti itu sementara kalian mengira) Apa yang
ada di dunia ini mulai dari yang di atas hingga yang dibawah dan apa yang
berada diantara keduanya itu tidak ada yang menciptakan?” Mendengar bantahan
ini mereka terdiam dan merekapun masuk islam. [Tafsir Ibnu
Katsir]
Demikian pula Imam
Syaf’i juga ditanya mengenai keberadaan Tuhan sang
pencipta, ia menjelaskan : Ini adalah daun murbei, rasanya satu. Jika dimakan oleh ulat ia akan mengeluarkan sutra. Apabila dihisap lebah ia
akan mengeluarkan madu. Dan apabila dimakan oleh kambing, unta dan binatang
ternak maka keluarnya menjadi kotoran dan jika dimakan oleh kijang maka
keluarnya menjadi minyak misik (kasturi) padahal semuanya berasal dari satu benda
yaitu daun. [Tafsir Ibnu Katsir]
Imam Ahmad memberikan analogi mengenai keniscayaan adanya sang pencipta, ia berkata : “Ini dia benteng yang kuat, tanpa pintu dan tanpa celah
sedikitpun. Bagian luar seperti perak putih dan bagian dalamnya seperti emas.
Tiba-tiba jebol temboknya dan keluarlah hewan yang bisa mendengar, melihat dan
bentuknya indah serta suaranya merdu. Itulah telur yang keluar dari dalamnya
seekor ayam”. Mungkinkah ia tercipta dengan sendirinya tanpa adanya yang
menciptakan? [Tafsir Ibnu Katsir]
Lantas, Kalau Tuhan itu memang ada kenapa kita tidak bisa melihatnya atau bertemu dengannya?. Ada seorang
yang buta sejak lahir dan ia sekarang sudah dewasa. Stau hari ia hendak keluar
rumah sehingga meminta saudaranya untuk mengenakannya baju. Saudaranya berkata
: sekarang kamu telah memakai baju merah, kaos biru, celana abu-abu dan topi
berwarna kuning. Orang buta itu lantas bertanya : “Apa itu warna merah, biru, kuning?
Tolong jelaskan kepadaku”. Saudaranyapun kebingungan untuk menjelaskan
perbedaan warna-warna tadi. Lantas apakah jika saudaranya tidak mampu
menjelaskan warna tersebut kepada orang buta sejak lahir itu menandakan bahwa
warna itu tidak ada?. Apakah karena orang yang buta tadi tidak bisa melihat
warna lantas itu berarti warna itu tidak ada? Oh tentu tidak. Bahkan orang yang
buta tersebut tidak mengingkarinya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya
mengenai warna tersebut. Jika demikian maka janganlah karena kita tidak bisa
melihat Allah lantas Allah dibilang tidak ada. Kita ibarat orang buta sejak
lahir tadi, tidak melihat warna-warni karena yang diketahui hanyalah warna
hitam. [Terjemah bebas dari Fiqh islamonline net] Allah mengingatkan
dalam firman-Nya :
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata,
sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi
Maha Mengetahui. [QS Al-An’am : 103]
Wallahu A’lam. Semoga Allah
al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk beriman kepada Allah dan semakin
yakin dengan kebenaran ajaran
Islam.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di
tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah”
Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul
Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia
wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]