إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, June 14, 2024

PERLUKAH BAHASA SURYANI?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Kharijah, bahwasannya ayahnya yaitu Zaid bin tsabit RA berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ السُّرْيَانِيَّةَ

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani." [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Jagat medsos digegerkan dengan viralnya bahasa yang aneh, yaitu “Maqali Inna kalima kitab fa alayya qum, fa qal alaihi Inna kalimat ummat fi Inna kalima fimallah, la syidi inn kalima Makkah Madinah, la qola Inna rahmatan ya Rasulullah SAW, wa maqoli.... “ Orangnya mengaku bahwa ini adalah bahasa suryani. Ia mengaku telah mengarang kitab sebanyak 500 jilid dalam Bahasa Suryani dan dia menjelaskan bahwasannya bahasa suryani adalah bahasa yang dipakai malaikat di dalam kubur untuk menanyai setiap mayit sehingga penting untuk dipelajari.

 

Berbicara mengenai bahasa Suryani, ternyata Rasul SAW pernah memerintah seorang sahabat untuk belajar bahasa suryani. Sahabat itu adalah Zaid bin Tsabit RA. Ia berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ لَهُ كَلِمَاتٍ مِنْ كِتَابِ يَهُودَ

Rasulullah SAW memerintahkanku agar mempelajari bahasa dari tulisan surat orang-orang Yahudi untuk beliau.

Dan dalam riwayat Al-A'masy, Zaid menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa tersebut. Ia berkata :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَعَلَّمَ السُّرْيَانِيَّةَ

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani." [HR Turmudzi]

 

Dan ia menjelaskan alasan dibalik perintah tersebut. Rasl SAW bersabda:

إِنِّي وَاللَّهِ مَا آمَنُ يَهُودَ عَلَى كِتَابِي

"Demi Allah, aku tidak percaya Yahudi atas suratku." [HR Turmudzi]

 

Al-Mubarakfuri menjelaskan maksudnya adalah ketika Rasul mendapatkan surat dengan memakai bahasa Suryani dari orang Yahudi maka beliau kesulitan membacanya karena beliau tidak bisa bahasa suryani. Jika beliau meminta bantuan orang Yahudi terdekat untuk menterjemahkan isi surat itu maka beliau khawatir nanti terjemahnya ada yang dikurangi atau ditambahi.  Begitu pula kekhawatiran yang sama ketika beliau ingin membalas surat tersebut dengan meminta orang Yahudi untuk menuliskannya. Supaya aman dari kekhawatiran tersebut maka beliau memerintahkan sahabat kepercayaan beliau untuk belajar bahasa suryani. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Zaid berkata; "Setengah bulan berlalu hingga aku dapat menguasainya untuk beliau." [Sunan At-Tirmidzi] Dalam riwayat lain, Rasul SAW bertanya kepada Zaid : apakah engkau bisa bahasa Suryaniyah, karena aku mendapat beberapa surat berbahasa suryaniyah? Maka ia menjawab saya tidak bisa. Dan saat itu beliau memerintahkan zaid agar belajar bahasa Suryani. Zaid berkata :

 فَتَعَلَّمْتُهَا فِي سَبْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Maka aku memperlajari Bahasa Suryaniyah selama 17 hari. [HR Ahmad]

 

Setelah itu, Zaid menjalankan perintah Nabi SAW. Zaid berkata :

فَلَمَّا تَعَلَّمْتُهُ كَانَ إِذَا كَتَبَ إِلَى يَهُودَ كَتَبْتُ إِلَيْهِمْ وَإِذَا كَتَبُوا إِلَيْهِ قَرَأْتُ لَهُ كِتَابَهُمْ

Saat aku sudah mengusainya (bahasa Suryani) maka apabila beliau hendak mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, aku menulisnya kepada mereka dan apabila mereka mengirim surat kepada beliau, maka aku membacakan surat mereka untuk beliau." [HR Turmudzi]

 

Mulla Ali Al-Qari (Al-Hanafi) berkata :

قِيْلَ فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى جَوَازِ تَعَلُّمِ مَا هُوَ حَرَامٌ فِي شَرْعِنَا لِلتَّوَقِّي وَالْحَذَرِ عَنِ الْوُقُوعِ فِي الشَّرِّ

Ada yang mengatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya mempelajari sesuatu yang hukumnya haram dalam syariat kita dengan tujuan mengantisipasi dan waspada agar tidak jatuh pada kejelekan (manipulasi dan tipuan orang lain). [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Jadi menurut “Qil” (Satu pendapat) yang dinukil oleh Al-Qari tersebut bahwa mempelajari Bahasa Suryaniyah itu hukum asalnya adalah haram namun hukumnya berubah menjadi boleh dikarenakan ada hajat (keperluan) yaitu supaya Nabi terhindar dari kekhawatiran yang mungkin saja terjadi karena adanya manipulasi transliterasi (rekayasa terjemah) dari orang yang Yahudi yang dimintai bantuan untuk menterjemah surat-surat yang sampai kepada beliau.

 

Namun demikian, “Qil” tersebut dinilai “Ghairu Dzahir” (tidak jelas landasan hukumnya) dikarenakan dalam syariat tidak ada pengharaman untuk mempelajari satu bahasa apapun baik itu bahasa Suryani, Ibrani, Hindia, Turki, Persi dlsb. Bukankah Allah SWT berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan berbeda-bedanya bahasa kalian...[QS Ar-Rum : 22]

 

Sehingga dengan demikian mempelajari bahasa apapun termasuk bahasa Suryani, hukumnya adalah mubah (boleh). Al-Mubarakfuri berkata :

نَعَمْ يُعَدُّ مِنَ اللَّغْوِ وَممَّا لَا يَعْنِي وَهُوَ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ أَرْبَابِ الْكَمَالِ

Ya memang demikian, namun hal itu dinilai sebagai “Lagwun” (main-main) dan termasuk perkara yang tak ada guna manfaatnya sehingga hal itu adalah perbuatan tercela di kalangan orang-orang yang memiliki kesempurnaan. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Mengenai statement bahwa bahasa suryani adalah bahasa yang dipakai malaikat di dalam kubur untuk menanyai setiap mayit. Apakah ini benar? Syeikh Jalaluddin As-Suyuthi pada Faidah ke tiga belas berkata : Ada keterangan dalam kumpulan fatwa guru kami, syaikhul Islam Alamuddin Al-Bulqini yaitu

أَنَّ الْمَيِّتَ يُجِيْبُ السُّؤَالَ فِي الْقَبْرِ بِالسُّرْيَانِيَّةِ

“Bahwasannya mayit akan menjawab pertanyaan dalam kubur dengan bahasa Suryani”.

Namun aku tidak menemukan dasar hukumnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : Yang jelas dari keterangan hadits bahwasannya tanya jawab dalam kubur itu dengan memakai bahasa Arab. Dan boleh jadi dengan memakai bahasa setiap mayit. [Syarhis Shudur Bisyarhil Mawta Wal Qubur]

 

Hadits yang dimaksud oleh Ibnu Hajar adalah hadits shahih Bukhari , sebagaimana disebutkan dalam Al-Imta’ Bil Arbain Al-Mutabayinatis Sama’ yaitu : Nabi SAW bersabda: "Tidak ada sesuatu yang belum diperlihatkan kepadaku, kecuali aku sudah melihatnya dari tempatku ini hingga surga dan neraka, lalu diwahyukan kepadaku: bahwa kalian akan terkena fitnah dalam kubur kalian seperti atau hampir seperti fitnah dajjal. Dan akan ditanyakan kepada seseorang (didalam kuburnya);

مَا عِلْمُكَ بِهَذَا الرَّجُلِ

"Apa yang kamu ketahui tentang laki-laki ini?"

Adapun orang beriman akan menjawab:

هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى فَأَجَبْنَا وَاتَّبَعْنَا

“Dia adalah Muhammad Rasulullah telah datang kepada kami membawa penjelasan dan petunjuk. Maka kami sambut dan kami ikuti. diucapkannya tiga kali”.

Maka kepada orang itu dikatakan:

نَمْ صَالِحًا قَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُوقِنًا بِهِ

“Tidurlah dengan tenang, sungguh kami telah mengetahui bahwa kamu adalah orang yang yakin”. [Bukhari]

 

Ibnu Hajar berkata :

وَيُلْهِمُ اللهُ جَمِيْعَ مَن يُفْتَنُ فِي قَبْرِهِ فَهْمَ هَذِهِ اللُّغَةِ وَالْجَوَابَ بِهَا

Allah akan mengilhamkan kepada semua mayit di dalam kubur, berupa kemampuan bahasa Arab untuk memahami dan menjawab pertanyaan malaikat. [Al-Imta’ Bil Arbain Al-Mutabayinatis Sama’]

 

Dengan demikian maka kita tidak perlu mempermasalahkan dengan bahasa yang dipakai di dalam kubur karena dengan memakai bahasa apapun, baik bahasa Ibrani, bahasa Arab atau lainnya maka Allah akan menjadikan kita menguasai bahasa yang dipakai.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa berpegang teguh kepada para ulama yang mengajarkan ajaran yang benar dari Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Thursday, June 6, 2024

JUDI ONLINE

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ

Barang siapa yang berkata kepada sahabatnya kemarilah Aku akan berjudi denganmu, maka hendaknya ia bersedekah."[HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ada orang yang kena judi online. Tabungannya ludes dan sekarang terlilit pinjol (pinjaman online). Diapun stes dan saking dari stresnya terbesit dalam hatinya untuk mencuri bahkan bunuh diri. Naudzu Billah... Ia menuturkan bahwa awalnya ia terobsesi memiliki uang banyak dan akhirnya ia tertarik untuk bermain judi online. Dan akhirnya sekarang baru sadar bahwa judi itu tidak membuatnya kaya namun sebaliknya menjadikannya terpuruk.

 

Sebenarnya Al-Qur’an telah menyingkap bahaya judi melalui penamaannya. Al-Qur’an menyebut kata judi dengan istilah “maysir” yang berasal dari kata “yusr” yang artinya mudah. Menurut Az-Zamaskhsyari hal ini dikarenakan judi dianggap sebagai upaya mendapatkan kekayaan dengan mudah tanpa bekerja keras dan letih. Kata maysir bisa juga diambil dari kata “Yasaar” yang berarti kekayaan karena judi itu “Sabab” (menjanjikan kekayaan). [Tafsir al-Kasysyaf] Dan menurut Musthafa Darwis, maysir diambil dari kata “Yasaar” yang berarti kekayaan. Hal itu dikarenakan judi itu “salab” (bisa menghilangkan kekayaan). [I’rabul Quran wa bayanuhu].

 

Saya jadi teringat lirik lagunya bang haji Rhoma irama. Lirik ini tepat sekali menggambarkan realita perjudian. “Judi Menjanjikan kemenangan. Judi  Menjanjikan kekayaan. Bohong, Kalaupun kau menang. Itu awal dari kekalahan. Bohong, Kalaupun kau kaya. Itu awal dari kemiskinan. Judi Meracuni kehidupan. Judi Meracuni keimanan. Pasti Kar'na perjudian Orang malas dibuai harapan. Pasti Karna perjudian, Perdukunan ramai menyesatkan Yang beriman bisa jadi murtad. Apalagi yang awam. Yang menang bisa menjadi jahat, Apalagi yang kalah. Yang kaya bisa jadi melarat. Apalagi yang miskin. Yang senang bisa jadi sengsara. Apalagi yang susah. Uang judi najis, tiada berkah. Uang yang pas-pasan Karuan buat makan. Itu cara sehat 'Tuk bisa bertahan. Uang yang pas-pasan. Karuan ditabungkan. Itu cara sehat. 'Tuk jadi hartawan. Apa pun nama dan bentuk judi. Semuanya perbuatan keji. Apa pun nama dan bentuk judi. Jangan dilakukan dan jauhi..”

 

Banyak orang tertipu dengan mengira akan mendapat uang banyak dari judi. Namun Tahukah Anda bahwa judi hanya menguntungkan bandar. Mengapa demikian? Melalui algoritma dan pemrograman, para penjudi diberikan kemenangan di awal dan kemudian tergoda untuk bermain kembali. Padahal sistem operasi judi on line hanya akan memberikan kemenangan di awal dan kemudian diatur bagi penjudi untuk memiliki peluang kemenangan kembali yang sangat kecil yakni sebesar 0,000001 persen saja. Jadi pada prinsipnya, melalui sistem pemrograman, bandar tetap berada di posisi diuntungkan dan meraih keuntungan paling banyak. [rri.co.id]

 

Namun demikian banyak masyarakat yang tidak mengetahui trik bandar ini sehingga aktivitas judi online di Tanah Air terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Menurut data PPATK, selama periode 2017-2022 ada sekitar 157 juta transaksi dengan nilai total Rp190 triliun. [katadata co ide] Polri sejak Januari sampai April 2024 telah mengamankan 1.158 tersangka. [kompas com]

Dalam KUHP Pasal 303 bis Ayat (1) dinyatakan bahwa Judi itu dilarang. Dan khusus untuk praktik judi online dibahas dalam UU ITE Pasal 27 Ayat (2) No.11 Tahun 2008 dan serta Pasal 45 Ayat (2) No.19 Tahun 2016 dengan ancaman Hukuman paling lama 6 tahun kurungan dan/atau denda hingga Rp1 miliar. [iblam.ac.id]

 

Maka selain melanggar undang-undang, ada banyak dampak negatif ketika seseorang terlibat perjudian dalam bentuk apapun. Tentu saja, manajemen finansial akan terganggu, bahkan rusak. Mental pun berpotensi terganggu ketika larut dalam harapan palsu menang judi. Maka dalam hukum Islam, Judi jauh-jauh hari telah ditetapkan hukumnya. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :

وَالْقِمَارُ حَرَامٌ بِاتِّفَاقٍ ، فَالدُّعَاءُ إِلَى فِعْلِهِ حَرَامٌ

Judi hukumnya haram secara mufakat para ulama tanpa ada khilaf, dan mengajak untuk melakukannya pun juga dihukumi haram. [Fathul Bari]

 

Maka dikarenakan mengajak orang lain untuk berjudi adalah haram maka orang yang mengajak berjudi dia diharuskan mensedekahkan uang yang hendak dijadikan taruhan judi sebagai sanksi dari ajakan berjudi tersebut. Dalam hadits utama di atas Rasul SAW bersabda : “Barang siapa yang berkata kepada sahabatnya : kemarilah Aku akan taruhan (judi) denganmu. maka hendaknya ia bersedekah."[HR Bukhari]

 

Keharaman judi ditegaskan dalam firman Allah, yaitu :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung [QS Al-Maidah: 90]

 

Di sini ditegaskan bahwa judi adalah “Rijs” yang diartikan sebagai “Khabits Mustaqdzar” (perkara yang jelek lagi menjijikkan) namun setan menampakkannya sebagai sesuatu yang indah dan menyenangkan. [Tafsir Jalalain] ayat ini lalu dilanjutkan dengan upaya menyadarkan manusia bahwa judi tidak akan mendatangkan keuntungan namun sebaliknya ia akan mendatangkan kerugian makanya melakukan judi membuat seseorang merugi dan sebaliknya dengan menjauhinya seseorang akan beruntung.

 

Pada ayat berikutnya, Allah SWT berfirman :

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Dengan minuman keras dan judi itu, setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kalian mau berhenti? [QS Al-Maidah: 91]

 

Pada ayat ini ditegaskan bahwa khamer sebagaimana judi, itu akan menyebabkan permusuhan dan kebencian serta kelalaian dari mengingat Allah dan dari melaksanakan shalat. Dan dengan ini, Al-Qurtubhi mengambil kesimpulan bahwa :

فَكُلُّ لَهْوٍ دَعَا قَلِيْلُهُ إِلَى كَثِيْرٍ وَأَوْقَعَ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ بَيْنَ الْعَاكِفِيْنَ عَلَيْهِ ، وَصَدَّ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهُوَ كَشُرْبِ الْخَمْرِ ، وَأَوْجَبَ أَنْ يَكوُنَ حَرَاماً مِثْلَهُ

Setiap permainan yang menyebabkan kecanduan, permusuhan, lalai dari mengingat Allah dan shalat maka statusnya seperti meminum khamer, semestinya juga haram hukumnya.  [Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak tergiur dengan perjudian dan kita semakin yakin bahwa judi hanya akan mendatangkan kerugian dan permusuhan serta hanya dengan menjauhinya kita akan beruntung.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Saturday, May 18, 2024

RIZKI ANAK SHALIH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim”. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Sering kali kita mendengar ungkapan “Alhamdulillah, Rizki Anak Shalih” ketika seseorang mendapat rizki yang tak terduga. Yang menjadi pertanyaan, benarkah keshalihan akan mendatangkan tambahan rizki untuk seseorang?. Apa benar demikian?. Sudah maklum bagi kita bahwa silaturahim itu dapat menambah rizki. Dalam hadits utama disebutkan : “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim”. [HR Bukhari]. Inilah yang menjadi kunci jawaban pertanyaan tadi. Silaturrahmi merupakan perilaku kebaikan untuk menyambung hubungan dengan sanak kerabat. Berbicara sanak kerabat maka tidak ada sanak kerabat yang utama melainkan dari jalur kedua orang tua. Maka dari itu orang tua adalah inti dari kerabat itu sendiri sehingga silaturahmi yang utama adalah silaturahmi kepada orang tua. Syeikh Badruddin Al-Ayni berkata :

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ مِنْ أَعْظَمِ صِلَةِ الرَّحِمِ

Berbakti kepada kedua orang tua adalah termasuk silaturrahim yang paling agung (utama). [Umdatul Qari]

 

Jika silaturahmi dengan kerabat bisa menjadi sebab diluaskannya rizki seseorang maka tentulah bisa dikatakan pula bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat meluaskan rizki seseorang, bahkan itu adalah yang utama. Berikut ini beberapa kisah yang menguatkan kesimpulan bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat meluaskan rizki.

 

Al-Baghawi dalam tafsirnya menceritakan tentang seorang shalih dari kalangan Bani Israil yang mempunyai anak laki-laki kecil. Ia mempunyai seekor anak sapi betina yang dibawanya ke dalam hutan.  Ia berkata, “Ya Allah! Aku titipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jika dia dewasa.” Dan tidak lama kemudian orang shaleh itu meninggal dunia.

 

Singkat cerita, sang anak tadi tumbuh dewasa menjadi pemuda yang berbakti kepada ibunya. Pada suatu hari sang ibu menyuruhnya untuk pergi ke hutan untuk mencari anak sapi betina warisan ayahnya. Iapun masuk ke dalam hutan untuk mencarinya dan dengan izin Allah SWT iapun mendapatkannya. Ketika hendak dibawa pulang, ia terkejut melihat sapi itu berbicara agar ia menaikinya. Pemuda itu menolak dengan alasan sang ibu tidak memerintahkan untuk menaikinya. Setibanya di rumah, sang ibu menyuruhnya untuk menjual sapi tersebut dengan harga tiga dinar seperti harga pasarannya dengan catatan melapor kepada ibunya. 

 

Ada calon pembeli yang bersedia membayar enam dinar, dengan syarat dijual langsung tanpa pemuda itu lapor kepada ibunya terlebih dahulu. Pemuda itu berkata:

لَوْ أَعْطَيْتَنِي وَزْنَهَا ذَهَبًا لَمْ آخُذْهُ إِلَّا بِرِضَى أُمِّي

“Seandainya engkau memberiku emas seberat sapi ini pun, saya tidak akan mengambilnya melainkan dengan ridla ibuku.”

 

Pemuda itu pulang untuk melapor kepada ibunya dan sang ibu menyetujui harga tersebut. Namun sekembalinya, calon pembeli bersedia membelinya dengan harga dua belas dinar asal tidak melapor kepada ibunya. Namun pemuda itu lagi-lagi menolaknya. Iapun kembali lagi ke rumah dan ibunya berkata :  “Calon pembeli tadi adalah malaikat yang menyamar sebagai manusia untuk mengujimu, tanyakanlah kepadanya apakah sapi ini jadi dijual ataukah tidak”. Pemuda itu pun melakukan perintah ibunya. Sang malaikat berkata :  “Kembalilah kepada ibumu. Biarkanlah sapi ini, jangan dijual dulu  karena nanti Nabi Musa AS akan menyuruh bani Israil membelinya darimu sebagai satu syarat untuk mengungkap kasus pembunuhan misterius di kalangan mereka. Saat itu, jangan kau jual kecuali dengan kepingan uang dinar yang memenuhi kulitnya”.

Lalu terjadilah apa yang dikatakan oleh malaikat tadi sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 67-73. Lalu pemuda itu memiliki banyak harta berkat penjualan sapi tersebut. Al-Baghawi lantas berkata :

مُكَافَأَةً لَهُ عَلَى بِرِّهِ بِوَالِدَتِهِ فَضْلًا مِنْهُ وَرَحْمَةً

(Rizki Uang dinar itu) sebagai imbalan bagi pemuda shalih atas kebaktiannya kepada ibunya, dan sebagai wujud anugerah serta rahmat dari Allah SWT. [Tafsir Al-Baghawi]

 

Tidak hanya rizki berupa harta, anak yang shalih juga diberikan doa yang mustajabah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mengisahkan tiga orang yang terjebak di dalam gua karena ada batu besar yang jatuh dari atas gunung dan menutup pintu gua. Satu persatu berdoa dengan menyebut amal kebaikan mereka sehingga Allah membuka batu yang menyumbat gua tersebut. Salah seorang dari mereka yang merupakan anak shalih berkata :  “Ya Allah, dahulu aku memiliki kedua orang tua yang sudah renta. Aku tidak memberi minuman untuk keluargaku atau hewan ternakku, sebelum aku memberi  minuman untuk keduanya. Suatu saat Aku telat kembali ke rumah hingga larut malam, maka aku segera membuatkan minuman untuk mereka, namun ternyata kedua orang tuaku telah tertidur. Akupun menunggu mereka terbangun dari tidur sambil aku pegangi gelas minuman tersebut hingga terbit fajar dan mereka terbangun lalu mereka meminumnya”. Dibagian akhir, anak shalih itu bermunajat :

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ

“Ya Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap ridla-Mu, maka lepaskanlah kami dari batu ini.” [HR Bukhari]

 

Demikianlah balasan amal shalih. Dan Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik ...” [QS An-Nahl: 97].

Yang dimaksud dengan kehidupan yang baik pada ayat ini menurut Ibnu Abbas adalah rizki yang baik semasa di dunia dan kebahagiaan. [Tafsir At-Thabari]

 

Dan sebaliknya, amal kejelekan dan maksiat akan menyebabkan terhalangnya rizki seseorang. Nabi SAW bersabda :

وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ

“Sesungguhnya seseorang akan terhalang rizkinya karena dosa yang dia lakukan." [HR Ibnu Majah]

Maksud rizki di sini adalah rizki khusus yang berada di luar takdir umum. Atau merupakan bagian dari rizki yang ditetapkan dalam takdir “muallaq” yaitu takdir yang pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh usaha manusia. Dengan kata lain, takdir muallaq ini bisa berubah-ubah sesuai dengan usaha maupun doa seseorang.

Lantas bagaimana dengan ungkapan “Alhamdulillah, Emang Rizki Anak Shalih”, Apakah boleh diucapkan? karena banyak postingan menyebut hal itu terlarang karena penyataan itu berarti menyanjung dan mensucikan dirinya sendiri. [viva co id] Sementara Prof Qurais Shihab memaknai perkataan itu sebagai gambaran dari optimisme dan harapan seseorang sehingga diperbolehkan. [narasi tv] Maka menurut hemat saya, jika seseorang mengatakannya dengan tujuan bersyukur kepada Allah atas rizki yang didapatkan pasca melakukan amal shalih dan sebagai pengakuan akan kebenaran janji Allah dan nabi-Nya serta sebagai motivasi kepada orang lain untuk berbuat amal shalih maka ucapan demikian tentulah bagian dari perilaku yang terpuji.

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus beramal shalih lillahi ta’ala dan tidak menghapuskannya dengan sifat ujub dan sombong serta terus berbaik sangka kepada orang lain sebagai wujud penerapan amal shalih kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Thursday, May 16, 2024

BAPAK DURHAKA

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Setiap anak terlahir dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Viral di medos, seorang lansia asal surabaya yang menderita stroke dilimpahkan oleh kedua anaknya sendiri ke sebuah Panti Jompo di Malang jatim. Pihak panti lalu menjemput sang bapak dengan kondisi diterlantarkan dengan menumpang di rumah kerabatnya di Rusunawa. Mirisnya sang anak berpesan kepada panti “Kalau ayah saya meninggal, saya tidak usah dikabari. Langsung dikubur saja”.  Sang anak mengaku sakit hati karena sejak kecil tak dapat perhatian seorang ayah. Panti menggolongkan bapak tersebut sebagai lansia terbuang. (12/24) [tribunnews com] Kisah bapak itupun viral di media sosial dan menyita perhatian warganet. Banyak warganet yang pro kontra dengan keputusan dua anak kandung tersebut. Benarlah kata pepatah : “satu ibu bisa mengasuh 10 anak, tapi 10 anak belum tentu mampu mengasuh satu ibu”. Terlepas dari apa yang menjadi latar belakangnya mari kita doakan semoga anak-anaknya dibukakan pintu hati agar bisa berbakti dengan merawat bapaknya dengan baik.

 

Mengapa anak tumbuh dewasa menjadi anak durhaka? Anak durhaka boleh jadi sebagai wujud pembalasan anak atas perlakuan orang tua kepada anaknya ketika  ia masih kecil. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pernah mengisahkan seorang anak yang durhaka kepada ayahnya dan ketika ditanya oleh sang bapak mengenai penyebabnya, ia menjawab :

يَا أَبَتِ إِنَّكَ عَقَقْتَنِي صَغِيرًا فَعَقَقْتُكَ كَبِيرًا وَأَضَعْتَنِي وَلِيْدًا فَأَضَعْتُكَ شَيْخًا

Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah berbuat durhaka kepadaku ketika aku masih kecil maka aku durhaka kepadamu ketika aku besar. Engkau menyia-nyiakan aku ketika aku kecil dan akupun menyia-nyiakanmu ketika engkau tua. [Tuhfatul Mawdud fi Ahkamil mawlud]

 

Ada juga kemungkinan anak menjadi durhaka karena orang tuanya dahulu juga durhaka kepada orangtuanya. Dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah “Kwalat”. Tsabit Al-Bunani (Tabi’in) bercerita : “Ada seorang lelaki memukul ayahnya di satu tempat umum. Orang-orang di sana sama-sama mencegah sang anak agar ia tidak memukuli ayahnya namun ayahnya menyuruh orang-orang di sana agar membiarkan anaknya memukulinya. Lalu dia menjelaskan alasannya. Dahulu di tempat ini juga aku memukul ayahku maka aku sekarang diuji dengan anakku yang memukuli aku.

هَذَا بِذَاكَ ، وَلَا لَوْمَ عَلَيْهِ

Ini adalah balasan dari perbuatan jelekku dan dia tidak patut disalahkan!”. [Tanbihul Ghafilin]

 

Anak sebagaimana dijelaskan oleh Nabi SAW pada hadits utama di atas, adalah terlahir dalam keadaan fithrah, suci. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi. [HR Bukhari] dan Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Araby berkata :

إِنَّ الصَّبِيَّ أَمَانَةٌ عِنْدَ وَالِدَيْهِ ، وَقَلْبُهُ الطَّاهِرُ جَوْهَرَةٌ نَفِيْسَةٌ سَاذِجَةٌ خَالِيَةٌ عَنْ كُلِّ نَقْشٍ وَصُوْرَةٍ

“Anak kecil adalah titipan (Allah) kepada ke dua orangnya. Hatinya yang masih suci itu layaknya permata yang mahal yang masih putih dan bersih dari ukiran dan gambar”.

Ia bisa diukir dengan gambar apa saja dan bisa arahkan kemana saja. Jika ortu membiasakannya melakukan kebaikan dan mengajarkannya maka ia akan tumbuh besar dengan kebaikan tersebut dan akan bahagia dunia akhirat. Orang tua, pendidik dan guru juga akan mendapat bagian pahala dari kebaikan yang dilakukannya. Namun jika ortu membiasakan anak melakukan kejelekan dan membiarkannya maka ia akan celaka dan binasa. Ortu dan wali juga akan menanggung dosa dari setiap kejelekannya. [Al-Mawsuah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah]

 

Maka orang tua wajib memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Sayyidina Ali menafsiri perintah Allah SWT untuk menjaga keluarga dari api neraka pada firman-Nya:

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. [QS At-Tahrim : 6]

dengan menjelaskan juknis (petunjuk teknisnya) yaitu :

عَلِّمُوْهُمْ، وَأَدِّبوُهُمْ

Ajarkanlah kepada mereka (anak dan istri kalian) ; ilmu agama dan tata krama. [Tafsir Ta-Thabari]

 

Anak yang tumbuh dewasa dalam kondisi tidak mengetahui tata krama dan ilmu agama maka akan rentan menjadi anak durhaka. Ada seorang ulama dari samarkand ia mengisahkan bahwa suatu ketia ia didatangi oleh seorang bapak-bapak. Ia mengadukan bahwa dirinya telah dipukul oleh anaknya sendiri. Ulama bertanya :

هَلْ عَلَّمْتَهُ الْأَدَبَ وَالْعِلْمَ

“apakah engkau telah mengajarkan kepadanya tata krama dan ilmu?”

Ia menjawab : tidak. Ulama bertanya : apakah engkau telah mengajarkan kepadanya Al-Qur’an? Ia menjawab : tidak. Lantas apa kesibukannya? Ia menjawab : bercocok tanam. Ulama berkata : “Boleh jadi di pagi hari  ketika ia hendak pergi ke sawah dengan naik himar sedang di depannya ada sapi-sapi dan di belakangnya ada anjing (penjaga). Karena ia tidak pandai membaca Qur’an maka ia mendendangkan lagu. Dan ketika saat itu engkau mendekatinya maka ia menyangka engkau adalah sapi, (sehingga ia memukulmu). Untunglah kepalamu tidak hancur”. [Tanbihul Ghafilin]

 

Kisah lain terjadi pada zaman khalifah Umar RA. Ada seorang lelaki membawa putranya menghadap kepada khalifah untuk mengadukan sang putra yang durhaka kepadanya.  Sang anak bertanya kepada khalifah : “Apakah anak memiliki hak atas ayahnya?”. Khalifah menjawab: Iya, yaitu Memilih ibu yang baik, memberi nama yang baik dan mengajarkan Al-Quran kepada anaknya. Sang anak berkata : “Wahai amirul mukminin. Ayahku tidak melakukan semua itu, Ibuku adalah wanita negro (zanjiyah) budak milik seorang majusi, ia memberi nama kepadaku dengan nama “Ju’lan” (kumbang), dan ia tidak mengajariku Al-qur’an walaupun sekedar satu huruf “.

Khalifah menoleh kepada sang ayah dan berkata :

جِئْتَ إِلَيَّ تَشْكُو عُقُوْقَ ابْنِكَ وَقَدْ عَقَقْتَهُ قَبْلَ أَنْ يَعُقَّكَ وَأَسَأْتَ إِلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُسِيْءَ إِلَيْكَ

Engkau datang kepadaku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu sementara engkau terlebih dahulu durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu. Dan engkau terlebih dahulu berbuat jelek kepada anakmu sebelum ia berbuat jelek kepadamu. [Abdullah Nashih, Tarbiyatul Awald fil islam / Majallatul Jamiatil Islamiyyah bin madinah Al-Munawwarah]

 

Di samping mengajarkan, tentunya orang tua juga harus memberi contoh dalam hal kebaikan. Kata pepatah “ Buah akan jatuh tak jauh dari pohonnya”. Dalam lanjutan hadits utama di atas, Nabi menjelaskan bahwa kondisi anak tidak akan jauh dari kondisi bapaknya. Nabi SAW bersabda :

كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ

Sebagaimana binatang ternak yang sempurna akan melahirkan binatang ternak yang sempurna pula. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?". [HR Bukhari]

 

Selanjutnya, orang tua sebaiknya menolong anaknya agar ia menjadi anak yang berbakti sebagaimana dalam hadits disebutkan :

رَحِمَ اللهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ

Allah SWT merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk birrul walidayn (berbakti kepada orang tuanya) [HR Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf]

 

Bagaimana caranya? Al-Faqih abu al-Laits menjelaskan : Orang tua tidak banyak menyuruh-nyuruh anaknya yang kemungkinan berakibat anak tersebut enggan melaksanakan sebagian besar perintah orangtua dan selanjutnya hal itu akan menyebabkan konsekwensi anak tadi berstatus durhaka. Dengan tidak menyuruh-nyuruh anak, maka orangtua telah menjauhkan anak dari kedurhakaan kepada orang tua. Ada seorang salaf sholeh (bernama khalaf bin ayyub) ia tidak pernah menyuruh anaknya untuk memenuhi kebutuhannya. Jika ia perlu sesuatu maka ia menyuruh orang lain untuk mengerjakannya. Ketika ia ditanya mengenai hal ini maka ia menjawab : Aku khawatir jika aku menyuruh anakku kemudian ia tidak melakukannya maka anakku menjadi anak durhaka dan masuk neraka, aku tidak mau itu terjadi. Makanya lebih baik aku menyuruh orang lain saja untuk membantuku. [Tanbihul Ghafilin]

 

Jika semua kewajiban dan kiat sudah dilakukan oleh orang tua namun takdir berkata lain maka boleh jadi ini adalah kehendak Allah untuk menghapuskan dosa orang tua atau menambahkan banyak pahala kepadanya. Maka hendaknya orang tua tetap bersabar, dan tetap optimis dalam setiap usaha dan doanya.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus berbakti kepada kedua orang tua sehingga anak-anak kita juga menjadi anak-anak yang berbakti kepada kita selaku orang tua mereka.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.